dalam upaya memberantaskan kebodohan dan
membentuk karakter masyarakat, pembangunan nasional melalui jalan pendidikan
yang ada harus lebih lagi ditingkatkan untuk menopang dalam membangun generasi
bangsa yang digadang – gadang sebagai generasi emas harapan bangsa. Maka
pendidikan menjadi kuci pertama dan utama sebagai pintu gerbang, untuk
mengantarkan anak didik menjadi insan yang martabatif, cerdas, berakhlak,
berprimkemanusiaan dan membawa perubahan bagi indonesia menjadi lebih baik, dan
ini tidak dapat kita jumpai kecuali dalam pendidikan.
Indonesia
sebagai negara yang berdasarkan konstitusi tingkat hirarki hukum tertinggi,
mengamanatkan kepada pemerintah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
melalui sektor pendidikan yang tertera dalam pasal 31 ayat 3 UUD 1945, yakni Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Pembangunan pendidikan, erat sekali dengan
keberdaan guru yang secara profesi bertugas untuk mendidik dalam memberi
pengajaran terhadap anak didiknya. Guru sebagai instrumen yang penting dalam
pembangunan nasional, meskipun menjadi instrumen yang penting, namun tanggapan
serius dari pemerintah terhadap guru masih belum dapat dirasakan dan perlu
dipertanyakan keadilan sehingga dapat menjerat dari hidup susuah seorang guru
. Maka tak heran ketika di negeri yang kaya akan
sumber daya alamnya ini, seorang guru merangkul banyak profesi, seperti menjadi
tukang sayur, pedagang pasar, kuli, dan bahkan adapula guru yang bekerja
sebagai sopir bis. Dan tidak sedikit pula yang berhenti menjadi seorang guru
untuk berpindah haluan kepada profesi lain yang beralasan bukan karena mengajar
membosankan, bukan karena hidupnya
diatur oleh waktu, namun karena gaji yang diterima guru diyaqini tak
akan memenuhi apalagi mengangkat derajat hidup keluarga.
Itulah gambaran dari pendidik kita yang masih
perlu menjadi tanggapan serius dari pemerintah dan setiap elemen masyarakat.
agar guru dapat bekerja secara lebih profesional lagi. Boleh jadi pekerja lain
sebagai kerja sampingan karena dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
keluarga jika hanya mengandalkan sebatas gaji guru. Dan sebaliknya, kerja guru
sebagai etos kerja sampingan bagi pendidik.
tentu
karena banyak alasan, yang salah satunya pasti memuat, bahwa gaji guru yang
diterima baik yang dikelola oleh pihak swasta ataupun pemerintah sendiri yang
dalam hal ini pendidikan negeri tidak menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan guru
dan keluarganya dalam kehidupan sehari – hari, apalagi ditambah anak yang
sambil melanjut ke bangku perkuliahan yang tentu membutuhkan biaya yang tidak
sedikit.
Gaji guru yang sedikit dapat berimplikasi
selain tidak memenuhi kebutuhan keluarganya, juga mengurangi profesionalitas
seorang guru, bagaimana tidak, guru yang digaji sedikit tidak mempunyai
kesempatan untuk membeli buku sebagai cikal bakal pendukung keilmuannya dalam
penyaluran pengetahuan pada anak didiknya.
Padahal guru sendiri ibarat pupuk yang
disemprotkan terhadap tanaman agar tanaman menghasilkan buih – buih yang
berkualitas baik. Kalau pupuk yang diberikan diambil dari pupuk yang dibawah
rata – rata, maka itu menjadi penghambat sendiri atas kualitas tanaman.
Begitupun guru, agar guru dapat menjadi pupuk yang memilki kualitas yang tinggi
sehingga dapat membawa anak didiknya menjadi lebih baik, selain mentergantungkan
kepada diri sendiri – diri, namun peran guru juga perlu dan jangan sekali kali
dilupakan.
Baik
oleh anak didik ataupun oleh negara itu sendiri. Kalau negara mampu menggaji
jutaan bahkan miliaran rupiah terhadap pemerintah sekelas DPR, DPRD, dan
aparatur – aparatur negara yang lain yang sebagian terkadang masih belum puas
atas gaji yang diterima sehingga korupsi adalah solusinya, kenapa kepada guru
masih perlu pikiran yang masih panjang dan pertimbangan yang begitu banyak
untuk merumuskan ? bukankah negara ini, diperjuangkan oleh manusia – manusia
pejuang sekaligus pemikir yang lahir dari latar belakang pendidikan seperti
Soekarno, Moh Hatta, Tan Malaka, Syahrir dan kawan – kawannya ?
SELAMAT HARI GURU NASIONAL 2017, mohon maaf dari saya jika selama menjadi
siswa, santri, mahasiswa, ada kekeliruan atau kelancangan baik yang sifatnya
sengaja ataupun tidak sengaja kepada bapak, ibu, dan tak lupa kepada Kyai yang
telah mendidik kami dhohir ataupun bathin sehingga melukai perasaan, kami
sekali lagi mohon maaf yang tiada batasnya, semoga kami masih diakui selalu
menjadi anak didik dan santrinya. Dan tidak lupa kepada guru kami di keluarga
Abah dan Umi saya, dan Kakek saya Alm H. Nawawi (allahumma ghfirlahu).
Semoga beliau semua diberikan umur yang
panjang nan berkah, rizki yang barokah pula dan selalu dijaga keberdaannya
dimanapun beliau berada.
Di Tanah Rantau, Kamis, 30 November 2017
Komentar
Posting Komentar