Indonesia sebagai negara pluralisme
penduduknya, yang terdiri dari bermacam suku, beraneka ragam agama, tiada habisnya
menuai bermacam ancaman dari beberapa pihak, baik pihak luar ataupun pihak
dalam itu sendiri, yang berusaha untuk memecah belah persatuan dan kesatuan
bangsa dalam kehidupan bernegara. meskipun Indonesia notabenanya negara
beragama, sesuai dengan pancasila butir pertama “ketuhanan yang maha esa”.
namun
idiologi bangsa bukanlah dari agama tertentu yang dijadikan pedoman tertinggi
dalam tatanan kenegaraan, melainkan ideologi pancasila yang menjadi jembatan
untuk menggabungkan antar umat beragama hidup bersebelahan dengan ramah, damai
dan tiada yang dirugikan di negeri ini, sehingga tidak ada yang di unggulkan
dan dideskriminasikan satu diantara yang lain. yang patut dilakukan sebaiknya bagaimana
semua bangsa berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah, inilah yang di impikan
oleh bangsa ini yang terdapat pada butir ke 5 pancasila “keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia”.
Salah satu sikap hal yang mengganjal dan
menjadi bumerang di ilingkungan kita yakni, Terorisme. Terorisme merupakan
Salah satu ancaman yang meresahkan tatanan kehidupan masyarakat dan mengancam
keamanan negara, untuk menghadang gerak laju dari gerakan Terorisme, peran
negara diharap hadir dengan sigap melalui setiap elemen masyarakat, yang dalam
hal ini, menjadi tugas pokok Kepolisian dan TNI.
Seiring
berjalannya waktu, keberadaan terorisme mulai mengakar dan menjerat bumi pertiwi
ini, demi dilakukan pengawasan yang lebih ketat lagi, didirikan struktur baru pada
tanggal 26 Agustus 2006 sebagai pasukan yang lebih serius lagi dalam menangani
kejahatan terorisme yang kita kenal dengan Datasemen khusus 88 (densus) yang bertugas menanggulangi Terorisme. Pasukan
ini dilatih khusus untuk menangani ancaman teror yang meresahkan masyarakat
sekitar.
Ibarat dokter yang berada dalam rumah sakit,
densus 88 merupakan dokter spesialis yang memeriksa dan menangani penyakit
khusus, sebab kalau penyakit tersebut tidak ditangani oleh dokter spesialis
tertentu, maka keadaan pasien yang mengidap penyakit akan semakin parah bahkan
dapat mematikan.
Tidak lepas dengan usulan pembentukan Densus
tipikor saat ini oleh Kepala Kepolisian
RI, upaya pembentukan tersebut untuk mensikapi dan memeriksa penyakit korupsi
yang mulai mewabah dalam segala lini, mulai dari kekuasaan yang dibawah,
seperti kepala desa, bupati, wali kota, sampai kepada mereka yang duduk di kekuasaan
tinggi, seperti Hakim Mahkamah konstitusi yang sebelumnya dua kali tercoreng
nama baiknya.
Membaca usulan yang digadang – gadang oleh
Kepala Kapolri RI, Jendral Tito Karnavian dalam pewacanaan pembentukan Densus
Tipikor, seolah – olah Korupsi tak ubahnya seperti terorisme, merupakan virus
penyakit yang memerlukan suntikan dokter spesialis. Meskipun korupsi sudah
mempunyai dokter spesialis semacam Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), namun
Kepala Kapolri menilai, perlu ada spesialis yang lebih tentu dengan anggaran yang tidak sedikit, yakni Densus Tipikor.
Sehinga penyakit yang dideritanya lebih mudah disembuhkan dan tidak menular
pada anggota tubuh yang lain yang masih sehat belum tergiur dengan kekuasaan dan
prilaku korup yang menghambat majunya bangsa ini dan menindas kemanusiaan masyarakat kelas bawah yang sudah seharusnya kita lawan untuk memerangi koruptor bejat, bangsat, dan hianat. agar keadilan sebagai intrumen penting negara yang dicita - citakan founding father negara ini dan impian masyarakat luas dapat terealisasi dalam segala hal.
SALAM ANTI KORUPSI...!
ditulis disaat terjadi polemik akan usulan kapolri untuk membentuk tim khusus pemberantas korupsi di Tanah Rantau pada tahun 2017
Komentar
Posting Komentar