Bensin Habis, Ban Bocorpun Menyusul
kemarin, Selasa (07/10), saya keluar dari rumah
kontrakan menuju kampus tempat dimana
bermain, sebenarnya hari ini ada jam kuliah, tapi masih nanti, pada
pukul 16.10. hanya satu mata kuliah saja pada waktu itu untuk saya ikuti, namun
pagi ini saya merasa bosan dan seakan tak ada aktivitas kalau hanya berdiam
diri dirumah kontrakan saja, meskipun sudah membaca buku yang baru dapat kubeli
di yogya kemarin sabtu, (03/11) namun rasa ingin menghirup udara kampus semakin
mendorong untuk secepatnya kesana. Akhirnya buku yang berjudul Pasar karya
Kontowijoyo kumasukkan dalam Tas yang rencana untuk kubaca di kampus.
Motorku yang sudah sebulan penuh tidak ku
service, begitupun tak ku tap olinya, saya memaksa untuk tetap melajunya,
seakan tak merasa kasihan pada kendaraan yang setiap saat kutunggangi. Alasanya
ya karena sulit mencari waktu luang untuk memeriksa ke bengkel. Ataupun ada
waktu luang, tapi musim hujan yang semakin hari menggusur tak mendukung,
sehingga menghalangi kaki untuk melangkah, apalagi musim panas kalau sudah
menyengat rasanya malas untuk keluar rumah, ditambah polusi yang sudah semakin
tak karuan. Hinggap dipersimpangan jalan. Terkadang diri ini ambigu, dikasih
panas, mintanya hujan, ketika hujan selalu menggugat kepada sang pemberi hujan “kenapa
kok hujan terus, kapan redanya, kapan panasnya” sontak hati ini penuh gugatan.
Saat tiba di pertigaan daerah Pasadena, motor
buntutku tak bersuara, dan tiba – tiba mati dadakan dijalan, dan fikirku
mengira, “wah, jangan – jangan bensin habis, ternyata setelah diperiksa, benar
adanya” dan saya tolah – toleh, ke kanan – kiri ternyata tak ada yang berjualan
bahan bakar, ada SPBU, tapi sayangnya sangat jauh untuk ku jalan sambil
mendorong motor buntut ku. Terpaksa saya naiki, berhubung jalanan itu menanjak
kebawah, tinggal digelindingkan saja, setelah jalan itu datar, ternyata tak
satupun penjual bensin dikiri maupun dikanan jalan ku temui. Akhirnya ku
menuntutnya lagi yang lumayan masih jauh menemukan orang berjualan bensin,
Keringat mulai membasahi tubuhku, ku usap peluh yang menetes didahi, aku
berujar “ ternyata capek juga, cuaca panas lagi”. Beberapa meter, setelah
berjalan cukup lama, akhirnya kutemukan penjual bensin eceran.
Kemudian kumelanjutkan perjalanan, menuju
kampus yang masih beberapa menit lagi agar tiba kesana, sesampai digerbang
kampus, aku merasa ada ke ugal – ugalan pada motor buntutku yang kutumpangi,
aku menganggap tak ada masalah, seteleah ku cek didepan kantor PKM, ban
belakang motor ternyata kempes alias bocor, entah apa yang menyebabkan begitu.
Aku hanya bisa menggelengkan kepala, seraya berkata “tadi kehabisan bensin
sehingga mendorong untuk mencari penjual bensin, sekarang ban belakang motor,
bocor dan aku yaqin, pasti nanti aku mendorongnya lagi” seruku.
untuk menghilangkan kejenuhan dan merehat rasa
capek, saya istirahat sejenak di PKM. Ketika jam dinding menunjukkan pukul
14.00, saya keluar untuk menembel ban disamping kampus, saya dorong lagi,
ternyata Tambal ban tepat samping kampus sedang tutupan, terpaksa saya mencari
tambal ban lain yang letaknya dibawah dan cukup jauh kalau di tempuh dengan
jalan kaki, apalagi sambil mendorong motor, capeknya minta ampun.
Dipertengahan jalan saat kudorong, langit
mendung dan saya kira akan turun hujan, tiba – tiba hujan datang begitu saja,
dan saya berlari untuk mencari tempat teduh, saya pilih tempat foto copy yang
lumayan waktu itu, tak ada keramaian mahasiwa yang biasanya berlangganan setiap
saat untuk mengeprint ataupun memfoto copy tugas kuliahnya. Seusai hujan redah,
saya lanjutkan perjalan untuk berusaha mencari tambal di daerah ngaliyan, aku
berdoa dalam hati “semoga saja tidak tutup tambal ban disana,”doaku dalam hati.
Dan alhamdulillah buka.
Dari cerita diatas, dapat saya petik dari pengalaman itu, saya tidak menilai
pengalaman itu pahit, apalagi menilai manis, saya hanya berargumen bahwa usaha
harus dilakukan, meski rintangan menghadang dan datang bertubi – tubi. Semua
akan dapat diraih dan pasti bisa.
Peristiwa itu, yang bertepat pada hari selasa,
saya bingung harus menganggap apakah hal itu, hari apes atau sial yang
menimpaku?, namun saya menyangkal jika itu dikatakan hari apes bin sial, ketika
keluar rumah motor mati kehabisan bahan bakar, sehingga mendorongnya untuk
mencari penjual bahan bakar yang cukup melelahkan tentu menghabiskan banyak
waktu. Namun memberi kesadaran, bahwa benda mati saja seperti kendaaraanku
butuh asupan makan atau minum seperti Pertamax agar dapat melaju, begitupula
bagi sosok pekerja buruh pabrik ataupun buruh tani.maka bagi para tuan harus
mempertimbangkan dan memperhatikan keadaan buruh tenaganya, jangan dipaksa
untuk terus bekerja, sedangkan Gaji masih belum dikasih sepenuhnya.
Setelah saya isi bahan bakar, gantian ban
belakang motorku bocor, terpaksa harus ku dorong lagi ketempat yang cukup lumayan lebih jauh lagi dari pada
sebelumnya, kalau dibilang lelah ya lelah. Tapi saya mencoba untuk ber angan –
angan, untuk mengambil pelajaran, bahwa seorang pekerja semacam buruh dan
lainnya perlu diperhatika secara serius. Bukan hanya persoalan kebutuhan
ekonomi untuk dipenuhi, melainkan kesehatan dan kelelahannya menjadi perhatian
yang tak patut untuk dilupakan.
Di Tempat Rantau, 07 November 2017
Komentar
Posting Komentar