Kemarin siang (25/11) awan mulai mendung
menyelimuti kawasan Ngaliyan – Kendal, anggota tubuh mulai terasa adem, karena
matahari sudah perlahan – lahan kabur dibelum waktunya untuk meninggalkan
lokasi yang dihuni masyarakat sekitar, bukan karena memberontak, bukan pula
karena tak ikhlas dimintai perlindungan manusia untuk berteduh dibawah teriknya,
hanya saja memberi kesempatan untuk berbagi dengan awan untuk menurunkan hujan,
terlebih dibulan november yang memang didominasi oleh kekuasaan hujan dari pada
panas.
Perlahan – lahan, matahari sudah tenggelam ke
permukaan, hanya awan dan langit yang sedikit demi sedikit meneteskan air hingga hujan deras mengguyur jalan raya,
pengendara roda dua, ada yang berteduh sambil menyeruput kopi hitam dan teh
hangat diwarung kecil dipersimpangan jalan untuk menghangati tubuh dan
menenangkan fikiran, sambil menunggu redanya hujan, kemudian melanjutkan
perjalanan agar cepat pada tempat yang dituju, para pedagang pasar pun mengipas
ngipas dahinya dan membereskan dagangannya agar tidak kebasah terkena percikan
air.
bagi
pengendara roda empat, dengan tenang dan santainya apapun cuacanya, kalau panas
tinggal menghidupkan AC yang siap sedia di mobil mewahnya, cukup tekan tombol
on, suasana sejuk didalam mobil mereka, hujan yang deras tidak mengkhawatirkan
mereka, tinggal tutup kaca, semuanya beres, mungkin hanya kotor saja dibagian
bawahnya, yang penting diri selamat dan aman terkendali dari derasnya hujan
ataupun panasnya matahari.
Dalam kehidupan, semuanya memang berpasang
pasangan satu diantara yang lain, seperti berat – ringan, jauh – dekat, pria –
wanita, kaya – miskin, hujan – panas yang semuanya sudah menjadi sunnah tullah
ataupun hukum alam menurut kaum agamawan, namun meski begitu, bukan berarti
hilang harapan, bukan berarti tidak bisa merubah nasib, dan bukan berarti tidak
ada kesepatan bagi mereka yang miskin untuk bangkit melawan kemiskinannya, bukan
berarti yang kaya selalu berada diatas.
si
pengendara motor tidak juga akan selamanya diatas motor, dan pengendara mobil
selalu berada dalam mobil, semuanya akan berputar, tapi apapun kondisinya,
bagaimanapun keadannya, semoga rasa tentram dan kesenangan dalam menjalani
hidup antar umat manusia tetap terjaga, sehingga tidak ada yang saling hardik
satu diantara yang lain, saling melecehkan diantara yang lain, dan tetap memper
erat dengan saling tolong – menolong, bagaimanapun juga, kita adalah manusia
yang tidak punya kuasa penuh atas apa yang kita miliki dan rasakan saat ini,
semuanya sudah diatur oleh sang maha kuasa, sang pengatur cuaca panas ataupun
hujan. Berharap boleh saja, hanya mengambil yang bukan haknya yang dilarang. Meski
begitu, setiap orang memiliki kesempatan yang sama.
Hujan siang yang mendekati sore ini, masih
belum mau reda, bahkan semaki malam, hujan semakin deras, terpaksa, kami delapan
orang yakni Bang fadli rais membaca-menulis, gus ruri lelaki dewasa, sang
juragan Adib Mufti sebagai kepala rumah, dan mas Yaqin pengasuh Madhab ngelean,
kang danil lelaki yang tiada waktu tanpa dihadapan sang murrobi komputer, ning
husna wanita tangguh yang memilki jurus taken down, dan mbak salwa wanita
berpostur tinggi dan tak kalah tinggi adalah wibawanya, tetap menerobos
pertahanan hujan, tidak peduli hujan, kalau gas motor sudah dikepal ditangan,
pantang untuk berbalik arah kembali pulang. Pemuda harus melawan apapun yang
perlu dilawan, pemuda harus bangkit meski diremehkan, pemuda harus kuat akan
tantangan meski rintangan menerjang. Sikap inilah yang harus dipupuk pada
pemuda saat ini di zaman now.
Jam 3 sore lewat beberapa menit, kamipun
sampai pada tempat yang dituju – tuju yang dadakan kesana, yaitu di kolam
renang dan wisata air hangat Ngelimut tempatnya didaerah pegunungan kota kendal
tapi bukan menyelimuti hehe....hujan masih belum berhenti, padahal kaki dan
tangan sudah gregetan untuk berenang kedalam kolam renang yang biru, nampaknya
sudah menunggu kami untuk bercebur berdangsa ria dikolam yang sepi tak ada
manusia segelintirpun disana.
hanya
kami saja yang berani untuk berhujan – hujanan sambil bersuka ria. Jika dingin
mengerumuni tubuh ini, hingga menggigil, ada alternatif disana, yaitu wisata
air panas yang bersebelahan dikolam renang, lumayan untuk meredam diri, yang
dipenuhi pria dan banyak wanita – wanita cantik berenang renang ketepian,
lumayan ada yang mau dilihat, tapi bukan mata keranjang, hanya saja kebetulan
berada depan mata.
Ketika tubuh sudah dingin, ditambah waktu
semakin hari semakin malam, hujan menyisahkan gerimisnya, perut kitapun pada keroncongan
membutuhkan asupan gizi yang mengambil porsi sendiri, porsi tukang pacul kata
bang Fadly. Dan itu tidak ditemukan di sana, akhirnya pilihan jatuh di Tiga
Sambal Bringin Ngaliyan sekalian menuju pulang.
dengan Menikmati
hidangan bersama, baju basah yang dipakai terasa hangat ketika sambal yang
pedas, dan masakan yang enak meski sederhana masuk disaluran tubuh apalagi
minumnya teh hangat yang manis meski tak semanis pembuatnya, dingin dalam sukma
yang melanda, dan gemetar pada bulu roma, sedikit sudah bisa terobati.
Selamat
berlibur dan jangan lupa berbenah diri menjadi lebih baik...!!!
“cerita liburan sabtu kemarin di pegunungan
kota kendal, tempatnya di ngelimut bukan menyelimuti”
Inunk Ainul Yaqin
Di Tanah Rantau, Senin 26 November 2017
Komentar
Posting Komentar