Saya menganalisis dan mengutip beberapa bagian hasil pelatihan skill komunikasi tempo lalu yang saya coba kerucutkan menurut analisis
saya sendiri, paling tidak dalam konteks yang secara pribadi saya alami sebagai
makhluk sosial.
Sengaja saya mengawali
tulisan ini dengan sebuah pertanyaan “Bagaimana Berkomunikasi?” Sebab dalam
berkomunikasi dengan siapapun, kita akan berhadapan beragam hal, situasi,
kondisi, lawan bicara yang beragam karakter, mood komunikan, bahasa, kultur, waktu,
tempat atau hal kompleks yang lain, sehingga yang kita butuhkan adalah mode dan
cara komunikasi apa yang sebaiknya diaplikasikan menghadapi kejadian apapun
dengan siapapun. Maka tidak ada yang
baku dan permanen suatu mode komunikasi diterapkan pada kasus tertentu.
Sehingga menurut
saya, mode dan cara berkomunikasi belum tentu bisa diterapkan secara sama pada
kejadian maupun kasus yang serupa, apalagi berbeda terhadap orang yang berbeda
pula. Seperti halnya pancingan respond saya terhadap kelompok sebelah, saat
mempersentasikan hasil analisis persoalannya. Respond saya bukanlah hal
permanen/baku yang belum tentu bisa diterapkan tanpa mempertimbangkan konteks tertentu
seperti yang saya maksud di atas. Tidak. Oleh karena itu, sekali lagi kita
berkomunikasi berhadapan beragam hal dan mempertimbangkan hal lain pula.
Saya sependapat
dengan penjabaran pemateri yang disampaikan tempo lalu pada saat menyampaikan
training communication bahwa jam terbang dan kemauan terus belajar yang dapat
membantu kita dalam memperkaya cara berkomunikasi. Pengalaman dan pelajaran
yang pernah dialami itu merupakan modal dan bekal untuk menghadapi pengalaman
berikutnya dengan persoalan-persoalan yang bakal menghampiri. Endingnya bukan menjadi ahli, tidak.
Pembelajaran
komunikasi itu saya kira, terbebas ruang dan waktu, tidak cukup dalam secarcik
kertas, tidak terbatas dalam waktu sekian jam, tidak berhenti dalam pertemuan singkat
dan tidak mandek dalam teori tertentu yang disampaikan dalam sehari. Artinya
apa? belajar berkomunikasi adalah belajar yang semestinya dilakukan terus
menerus dari sumber mana saja, siapa saja dan kejadian apa saja.
Lalu mengapa
komunikasi penting? Setidaknya saya menemukan beberapa alasan tertentu, tentu
menurut pengalaman pribadi sebagai makhluk sosial (bukan sebagai A, B, C maupun D). Pertama, tanpa
menafikan kita sebagai makhluk sosial di mana komunikasi menjadi media saat
kita berintraksi dengan orang lain. Kedua, memudahkan kita dalam
berkerja sama dengan pihak lain dan mencapai tujuan yang ingin dicapai. Ketiga,
membantu kita memecahkan persoalan. Keempat, menghindari atau paling
tidak meminimalisir kemungkinan-kemungkinan terjadinya miss komunikasi, yang
tentu dapat menimbulkan peluang fatal jika tidak dikomunikasikan dengan baik.
Pentingnya
komunikasi beriringan erat dengan kehidupan yang kita jalani dalam aspek apapun,
sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya, lingkungan keluarga (pasangan, anak,
keluarga dan lain-lain), lingkungan kerja, lingkungan sosial (teman, tetangga, dan
orang sekitar) pun di unit pendidikan (pimpinan, rekan sejawat, siswa, orang tua). Sehinga ilmu itu betul-betul kita
butuhkan sesuai berpijak di mana kaki kita, apakah kita sebagai politisi,
influencer, pendidik, orang tua, teman dan sahabat. Bagi pembaca yang budiman? Miss
komunikasi apa yang pernah dan bahkan sering anda alami,? Silahkan diam
sejenak, lalu analisis diri anda. Tetapi yang jelas miss komunikasi acapkali berpeluang terjadi dengan orang-orang yang sering komunikasi di lingkungan yang kita tinggali.
Apakah komunikasi
yang baik pasti dan selalu berhasil ? Tidak juga. Karena kita sebagai makhluk sosial,
sekalipun pakar komunikasi akan berhadapan dengan sesuatu maupun pihak yang
tidak disangka-sangka moodnya seperti apa saat kita hadapi sekalipun orang
terdekat kita, sehingga tujuan konten yang dibalut dengan komunikasi menjadi
tidak tercapai 100 persen. Tapi meskipun penulis mengatakan tidak berhasil lalu
bukan berarti dipersepsikan gagal 100 persen. Memang begitu kenyataannya, saya
kira ini juga berlaku dalam aspek apapun.
Setiap orang,
saya yakin punya hambatan tersendiri dalam berkomunikasi, tapi kesulitan
hambatan itu pun kompleks, sama kompleksnya dengan penerapan mode komunikasi saat
berhadapan dengan kejadian. Maka hambatan seseorang dalam berkomunikasi belum
tentu sama kadarnya dengan hambatan yang dialami orang lain. Bagaimana
hambatan itu dapat dilihat atau paling tidak diprediksi ? banyak dan pengalaman
kita tentu berbeda. Hambatan apa yang pembaca sering alami? Silahkan analisis diri
anda.
Komentar
Posting Komentar