Langsung ke konten utama

Pesantren, Tempat Teraman Menangkal Pengaruh Buruk Modernitas


Di tengah perkembangan zaman seperti saat ini dimana arus modernitas semakin merambah dalam segala lini kehidupan kita, seseorang membutuhkan hunaian alternatif yang bisa menjadi pelindung dari jajahan pengaruh negatif darinya (modernitas). Hunaian alternatif itu penulis masih punya keyakinan yaitu di pondok pesantren.

Sampai saat ini pesantren dianggap merupakan lembaga pendidikan yang sangat ketat dalam memproteksi para santri dari pengaruh produk modernitas yang buruk seperti pergaulan bebas, narkoba, dan prilaku menyimpang lainya.

Seiring berjalanya waktu, bergeraknya zaman, tidak mesti modernitas mendatangkan keberkahan bagi kehidupan keseharian kita. Kita perlu mewaspadai bahwa perkembangan zaman dengan segala kecanggihan tekhnologinya yang super juga berdampak petaka jika kita tidak menyikapi dengan fikiran analitis dan kritis.

Berfikir Kritis
Daya fikir kritis mutlak dibutuhkan sehingga kita tidak terkecoh di limbah penuh tipu daya yang pada akhirnya manusia menjadi objek yang dikemudikan oleh zaman. Kalau sampai kita menjadi objek, eksistensi sebagai manusia lenyap, hilang, dan terkubur. Yang tersisa dari manusia adalah kulit, tulang yang berjalan gentayangan tanpa tahu kemana, dimana, harus apa ia melangkah.

Tidak hanya itu, lambat laun eksistensi manusia berubah menjadi benda yang mudah digerakkan ke sana ke mari sesuai settingan zaman. Kejam memang, oleh sebab itu, pondok pesantren dapat menjadi jawaban dalam membentengi pengaruh buruk modernitas. Sehingga kita tetap kokoh menjadi subjek sebagai manusia yang dapat mengatur segala roda kehidupan dengan cara kita sendiri.

Kondisi memprihatinkan seperti itu tentunya harus kita wanti-wanti agar kita sadar bahwa dibalik keserbacanggihan, terdapat marabahaya yang sangat dahsyat dikhawatirkan bagi kita. Laju modernitas semakin ke depan bertambah meleset, gerak cepat itu menghampiri setiap orang tanpa memandang faktor usia berapapun. Tua, muda, bahkan anak kecil pun dijamah. Tanpa melihat jenis kelamin apapun, tanpa memilih memilah agama bangsa manapun. Semuanya dibabat habis.

Jika arus modernitas tidak disikapi memakai fikiran kritis dan laku yang bijak, jangan katakan perkembangan zaman dengan segala kecanggihanya dianggap suatu kemajuan bagi sebuah bangsa dan keagungan dari sebuah peradaban jika pada akhirnya justru manusia yang bersemai di dalamnya mengalami kecacatan mental dan moral disebabkan karena ia tidak mampu menepis gerak laju modernitas.

Sumber Daya Manusia
Di negara manapun, sumber daya manusia sampai generasi ke bawahnya merupakan aset bangsa yang sejak dini patut diperhatikan, agar mereka tidak terjerumus pada lubang yang mana di dalamnya banyak petaka dan kesesatan yang dapat merusak masa depan mereka.

Perkembangan masa kanak-kanak inilah, orangtua mempunyai tanggungjawab berat dalam mendidik mereka. Jika tidak mampu, selekasanya anak perlu dititipkan di tempat yang sekiranya aman bagi mereka dan masa depanya. Di pesantrenlah, tempat yang penulis yakini dapat mengatasi hal itu.

Lalu pertanyaanya mengapa penulis mempunyai keyakinan kuat terhadap pesantren, ? sebab di pesantren dengan segala peraturanya yang ketat, santri dilarang melakukan perbuatan-perbuatan terlarang baik oleh hukum agama maupun hukum negara dengan cara menetapkan hukum yang sudah tertera di peraturan pesantren.

Tidak hanya itu, pesantren juga melarang berbuat sesuatu yang dipersepsikan banyak mendatangkan mafsadah/kerusakan bagi dirinya ataupun bagi orang lain. Seperti larangan membawa hp, televisi, dan alat canggih lain yang menurut kajian pesantren alat itu lebih banyak mafsadahnya daripada manfaatnya khusunya bagi santri berpendidikan SMA ke bawah.

Tujuanya tidak lain, kecuali membentengi santri agar tetap kokoh meski zaman modern melaju begitu kencang dengan segala kecanggihanya yang di dalam istilah post modernisme disebut kesemuan semata dan kesenangan yang tidak memiliki relevansi makna apa-apa.

Batin penulis terhenyak, ketika penulis menjumpai sederetan banyak anak kecl di beberapa tempat. Kira-kira tingkat SMP dan SD, mereka sudah teracuni dengan pengaruh buruk modernitas. Contoh kecilnya permainan gadget ataupu game yang tanpa mengenal waktu ia fokus dengan permainya. Mereka menjadi lupa diri, lupa belajar, lupa waktu, dan lupa segalanya.

Perintah orangtua tidak lagi dihiraukan, omonganya tidak didengar, nasehatnya diabaikan. Jika ini dibiarkan, bukan tidak mungkin sesuatu sederhana yang sifatnya kecil merambah pada dampak yang sifatnya lebih besar lagi.

Apalagi orangtua kalah pintar dibanding anak, mudah saja orangtua tersebut dipermainkan hingga pada akhirnya bukan orantua mengatur anak, melainkan anak mengatur dirinya sendiri bahkan mengatur orangtuanya.

Dampak buruk seperti inilah yang patut diwaspadai. Anak adalah aset bangsa, sejak dini kehidupanya perlu ditunjukkan pada arah lebih cemerlang dengan segala rintangan dan tantanganya. Jika orangtua tidak sanggup, pesantren lembaga sederhana tersebut, dapat dijadikan solusi sebagai tempat hunaian yang mampu membimbingnya. Baik dalam urusan intelektual, moral, dan spritualnya.

Bondowoso, 10 Juni 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Genap Setahun Pengabdian

  Tepat 1 Februari 2022 lalu, saya memulai pengabdian di YIMA Islamic School setelah melewati rangkaian test dan prosedural sesuai ketetapan lembaga sebagaimana yang juga diberlakukan terhadap calon pegawai yang lain.   Bergabungnya saya di YIMA diperkarsai perintah salah satu orang yang perintah dan larangannya harus saya patuhi sehingga saya tidak berbuat banyak menanggapi hal tersebut. Padahal di waktu bersamaan saya menerima pemprosesan di salah satu tempat di Surabaya dan proses penerimaan di salah satu lembaga di Sidoarjo. Saya pun melewati rangkaian tahap demi tahap hingga sampai pada proses yang hampir mendekati final. Saya hanya berkesimpulan, di manapun insyallah jalan terbaik. Namun orang yang memerintah saya itu bersikukuh meminta saya untuk tinggal di Bondowoso setelah merantau selama hampir 12 tahun lamanya di kota orang, akhirnya YIMA yang saat ini saya berada di dalamnya menjadi pilihan. Dengan ridho seorang itu, akhirnya saya meyakinkan hati untuk memulai penge

Bagaimana Berkomunikasi ?

  Saya menganalisis dan mengutip beberapa bagian hasil pelatihan skill komunikasi tempo lalu yang saya coba kerucutkan menurut analisis saya sendiri, paling tidak dalam konteks yang secara pribadi saya alami sebagai makhluk sosial.   Sengaja saya mengawali tulisan ini dengan sebuah pertanyaan “Bagaimana Berkomunikasi?” Sebab dalam berkomunikasi dengan siapapun, kita akan berhadapan beragam hal, situasi, kondisi, lawan bicara yang beragam karakter, mood komunikan, bahasa, kultur, waktu, tempat atau hal kompleks yang lain, sehingga yang kita butuhkan adalah mode dan cara komunikasi apa yang sebaiknya diaplikasikan menghadapi kejadian apapun dengan siapapun.   Maka tidak ada yang baku dan permanen suatu mode komunikasi diterapkan pada kasus tertentu. Sehingga menurut saya, mode dan cara berkomunikasi belum tentu bisa diterapkan secara sama pada kejadian maupun kasus yang serupa, apalagi berbeda terhadap orang yang berbeda pula. Seperti halnya pancingan respond saya terhadap kelompok

MENJADI GURU

Sehari sebelum tanggal peringatan hari guru nasional 2023, beberapa siswa datang ke saya mengutarakan permohonannya untuk merayakan hari guru bersama guru di kelasnya masing-masing. Saya tidak bertanya banyak perayaan seperti apa yang direncakan anak berusia kelas SD tersebut untuk mengenang moment hari guru itu. Saya hanya menimpali pertanyaan kepada mereka. Kapan pelaksanaan hari guru itu? Spontanitas mereka menjawab, “25 November”. Jawabnya penuh semangat. Pertanyaan berikutnya kenapa ada perayaan hari guru? Jawaban mereka beragam, namun keberagaman itu masih satu keutuhan yang menggambarkan peran guru, paling tidak sesuai pengalaman siswa SD tersebut bersama gurunya . “Karena guru adalah yang mengajarkan ilmu” , "Karena guru yang mengajarkan al qur'an",   “Karena guru yang mendidik soal budi pekerti yang baik”, “ Karena guru mengajarkan untuk membiasakan membuang sampah pada tempatnya”. Kurang lebih begitu jawaban sederhana mereka secara beragam. Pertanyaan se