Orang setinggi apapun pendidikanya dan di manapun ia mengenyam pendidikan,
orientasi pertamanya harus diniatkan sekiranya bermanfaat pada orang lain.
Entah lewat profesi atau jalan manapun. Ketika ilmu didapat, sudah
seyogyanya perlu diabdikan buat kemaslahatan banyak orang. Seperti hadist
nabi, beliau bersabda “Sebaik-baiknya manusia ia yang memberikan manfaat
pada manusia lainya”.
Memberi manfaat pada orang lain tidak saja lewat satu pintu, seseorang bisa
lewat melalui berbagai sudut semampu seseorang tersebut dalam menebar
manfaat pada orang lain. Atau paling tidak, tidak mendatangkan malapetaka
terhadap mereka. Sehingga keberadaanya tidak menyusahkan dan ketiadaanya
selalu dinanti dan dirindukan.
Menanggapi hal itu lembaga pendidikan punya peran sentral dalam mendidik
manusia ke arah tersebut. Lantas bagaimana pendidikan diharapkan mampu
mengejewantahkan peranya ? Yaitu Pendidikan harus menyatu dengan kehidupan
masyarakat. Bersatunya lembaga pendidikan dengan masyarakat ditemui di
lembaga sederhana bernama Pesantren.
Pesantren adalah lembaga paling mandiri dan sangat sederhana. Kesederhanaan
pendidikan pesantren tampak nyata bahwa lembaga kaum sarungan ini tanpa ada
kesenjangan dalam proses adaptasinya bersama masyarakat di pedesaan.
Pada mulanya memang jamak diketahui lembaga pendidikan pesantren banyak
berdiri di wilayah terpecil daerah pedesaan meskipun di era sekarang ini
pesantren juga banyak dijumpai berada di lingkunga perkotaan.
Pola hidup pesantren dalam realitasnya tidak hanya dianut oleh
komunitasnya, melainkan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar pesantren.
Mereka ini tergolong kelompok tradisional yaitu masyarakat miskin dan
bersahaja. Interaksi keduanya antara masyarakat dan pesantren pada
giliranya membentuk pola relasi budaya, sosial, dan keagamaan di kalangan
mereka (Husein Muhammad: 2019).
Relasi yang dibangun inilah kemudian menunjukkan bahwa pesantren akan
selalu hadir membersamai masyarakat dalam kondisi apapun. Adalah sebuah
kepatutan bagi pesantren untuk memenuhi panggilan masayarakat, lebih-lebih
masalah sosial-keagamaan. Santri sebagai aset di pondok pesantren, peranya
akan selalu ditunggu khususnya dalam soal membimbing masyarakat dalam
mengajarkan pengetahuan khususnya tentang agama Islam.
Pesantren selain lembaga agama yang dipercayai orang untuk memberikan
bidikan pengetahuan tentang agama Islam, juga dijadikan batu lompatan oleh
orang yang tidak mempunyai biaya banyak untuk menyekolahkan anaknya ke
pendidikan formal.
Sehingga pesantren dijadikan tempat alternatif dalam proses kegiatan
belajarnya. Biaya pondok pesatren terbilang murah. Semuanya disesuaikan
dengan kondisi masyarakat, jika masyarakat tidak mampu membayarnya,
pesantren memberikan keringanan yang sekiranya tidak membebankan pada
mereka dengan cara menyicil.
Tidak berlebihan kiranya jika kita menyebut pesantren sebuah lembaga yang
sangat tampak menjalin harmonisasi dengan kehidupan rakyat sekitar atau
kelompok masyarakat akar rumput. Tak hayal, biasanya kyai di pondok
pesantren menyampaikan kepada masyarakat bahwa pesantren yang diasuhnya
bukanlah milik dirinya atau nenek moyangnya. Melainkan milik masyarakat
secara keseluruhan untuk saling bahu-membahu membesarkan lembaga Islam ini.
Kyai di pondok pesantren hanya sebatas perantara yang dititipkan amanah
oleh masyarakat untuk mencerdaskan dan mendidik anak-anaknya. Keterlibatan
kyai, guru, pengurus pondok, dan masyarakat dalam soal pedidikan maupun
kehidupan masyarakat merupakan sebuah pembangunan relasi yang sangat
istimewa.
Memang begitulah semestinya pendidikan diharmonisasikan dengan kehidupan
masyarakat. Pendidikan tidak boleh dijauhkan atau menjauhkan anak didiknya
dalam berintraksi bersama masyarakat.
Jika pendidikan menjauhi mereka, lebih baik pendidikan seperti disampaikan
oleh Tan Malaka tidak diberikan kepada mereka. Itu sebabnya pentingnya
mencuci otak siswa-siswi dan menanamkan di kepalanya bahwa seorang pelajar
yang pertama diniati yaitu hidupnya untuk kebagaiaan bersama.
berhentilah mencekoki siswa-siswi hanya untuk memikirkan hidup sebatas
kepentingan dirinya seorang. Murid harus dilibatkan dengan aktivitas yang
menyangkut soal kehidupan rakyat. Guru atau tenaga pendidik apapun
semestinya menyadarkan muridnya tentang kemanfaatan pada orang lain adalah
nilai tertinggi bagi seseorang pencari ilmu.
Melalui pesantren, lembaga sederhana yang sudah cukup lama menjalin
kedekatan bersama masyarakat dapat membimbing masyarakat pada hidup yang
lebih baik. Baik dalam berhubungan dengan tuhanya, lingkunganya,
lebih-lebih antar sesamanya.
Komentar
Posting Komentar