RINTISAN
TANGISAN BURUH
Resensi
Buku Di Bawah Lentera Merah{Soe Hok Gie}
Soe
hok Gie merupakan tokoh nasional muda Indonesia yang berjuang untuk melawan
tokoh elite Belanda demi untuk kepentingan rakyat. Namun dengan usia masih
muda, ia tewas di pegunungan Kediri. Salah satu karya tersisa dari ilmuan muda
Soe Hok Gie yang berbentuk skripsi saat di bangku kuliah yang bertema Di bawah
lentera merah yang tidak lain menceritakan pengalaman yang dialami penulis
sendiri.
Pada
tahun 1926-1927 Kelompok Komunis melakukan pemberontakan terhadap Kolonial yang
penyebabnya dipicu dengan kemiskinan. Di buku tersebut merupakan usaha kecil
pergerakan rakyat Indonesia di abad ke 20. Salah satu bentuk pergerakannya
yaitu gerkan SI Semarang pada tahun 1917-1920. Pada saat dipimpin sebelum
Samaon Presiden SI yaitu Muhammad Yusuf, saat itu dibawahnya terdiri dari
golongan menengah keatas. Namun saat pergantian Samaon(19), maka orientasi
pergerakannya pun berbeda, yang notabenenya adalah kaum buruh dan petani. Salah
satu paham marxis di Semarang yaitu dengan adanya Gerakan SI di bawah pimpinan
Samaon.
Sebelum
Indonesia merdeka, adalah sejarah bagi kaum kapitalis asing masuk Ke Indonesia.
dan petani dan buruh di negeri ini yang mempunyai lahan sawah tempat ia
bercocok tanam padi sebagai kebutuhan pokoknya, di sewakan kepada bangsa asing
untuk ditanami tanaman tebu. Factor penyewaan tersebut dikarenakan kemiskinan
yang tak terkendali, akhirnya kepemilikannya ada pada kaum asing dengan Hak
Sewa. Dan buruh dan tani Indonesia dikala itu menjadi budak bagi mandor tebu
disana. Lurah dikala itu dijadikan alat bagi bangsa asing. Secara tidak
langsung kaum tani yang menyewakan tanahnya apa bila tidak kuat membayarnya,
secara otomatis akan terjadi pergeseran kepemilikan. Tidak hanya itu kaum kapitalis
mulai memperluaskan lahan, sehingga lahan yang biasanya di tanam buat padi,
beralih menjadi tebu. Maka kebutuhan pokok dikala itu berubah menjadi jagung
dan apar pisang. Tidakkah mengenaskan bagi KITA saat melihatnya? Tidak lagi,
gaji yang diterima tak seusai dengan dayah keringatnya, bahkan masih ada
pemotongan gaji separuhnya dengan ditambah cacian maki terhadap mereka, begitu
KEJAMNYA mereka, apakah KITA hanya diam saat melihatnya, jika itu terjadi di
zaman Indonesia merdeka saat ini…?
Di
era 1917 penyakit wabah mulai menghinggapi rakyat miskin Indonesia, yang
disebabkan karena kekurangan makanan bergizi, juga kehidupan mereka yang tidak
sama sekali bersahabat dengan lingkungan. Karena tempat mereka tinggal adalah
tempat yang sempit yang berdempitan, dan merupakan sarang tikus dengan
lingkungan yang becek yang berantakan. Tentunya berpengaruh pada kesehatan
mereka. Masih adakah saat ini Indonesia sudah merdeka dengan mengalami hal yang
sama dikala itu? Kalau ada, tugas siapakah untuk memberi perlindungan? Kalau
dulu, di tindas oleh kaum colonial, kalau sekarang ada? Siapakah yang
menindasnya? Ayo bangun penguasa…!!!
Sebagian
bentuk perlawanan untuk melawan kaum penindas yaitu dengan semangat persatuan.
Bangkitnya eropa karena persatuan antara penduduknya. kedua dengan kesadaran
dan memberi kesadaran pada bangsa. Indonesia yang beraneka ragam suku, agama,
identitas, tidak akan mampu untuk bangkit tanpa persatuan diantaranya. Kesadaran
adalah hal penting yang perlu di introeksi, jangan bodoh, jangan goblok..!
dalam bahasa darsono.
Orientasi
dari pergerakan sarekat Islam di perbagai belahan yaitu untuk melakukan
perbuatan yang anti belanda dan anti kapitalis, sehingga upaya – upaya untuk
melawan mereka kerap kali dilakukan dengan di motori oleh Samaon, Daarsono,
dkk. Salah satu mengajak buruh dan kaum tani dengan masa yang banyak untuk
menumpas kekejaman kaum belanda dan kaum kapitalis asing. Salah satunya dengan
pemogokan terhadap kaum buruh. Bahkan pemogokan terbesar di dunia, yaitu pada
masa itu pula.
Pada
abad ke 19 dijawa ada tiga golongan yang sama – sama kuat. Yaitu kaum priyayi,
kaum santri, dan kaum pedesaan atau dikenal dengan kaum abangan. Kaum priyayi
mereka yang berkuasa yang berakar pada kekuasaan jawa hindu, dan kaum santri
berakar pada mayarakat pesantren dan terakhir kaum abangan yang berakar pada
nilai – nilai kebudayaan pra hindu.
Pendeskriminasian
terhadap bangsa selalu dibombardir oleh mereka. Salah satunya ketika bangsa indonesia
melanggar aturan yang sepele, dihukum penjara dan denda yang tak sesuai dengan
pelanggarannya. Sedangkan kalau kaum belanda melanggar aturan tidak ada apa-apa
baginya. Kaum colonial sudah tumpas,
maka saat masih ada sekarang, segera tumpaskan agar tak terjadi saling mewarisi
colonial – colonial berikutnya.
Seseorang tidak
bisa melepaskan dirinya dengan lingkungannya, dimana ia hidup diatas bumi, dan
berakar.(Soe Hok Gie)
Komentar
Posting Komentar