Langsung ke konten utama

sebatas cerita, makhluq misteri



MAKHLUQ MISTERIUS
Cerita malam: Inunk­_ AinulYaqin

Kurang afdhol hidup di pesantren, bila tidak pernah merasakan  gundul, apalagi secara berjamaah, menurut pengakuan salah satu temanku.
Setiap pesantren, salah satu ponpes Zainul Hasan di Jawa Timur yang dibangun oleh ulama’ min auliya’ Allah punya qonun asasi yang harus dipatuhi oleh semua santri, apabila peraturan itu tidak di tengadahkan maka sangsi yang menjadi konsekuensinya. itu membuktikan bahwa pesantren bukan hanya tempat untuk mencari ilmu, dan barokah, tapi juga tempat untuk membenahi diri untuk hijroh menjadi lebih baik. Maka tidak salah bagi orang tua memilih pesantren untuk memondokkan anaknya untuk dididik menjadi manusia yang berbudi pekerti kepada semua orang, khususnya bersikap santun kepada kedua orang tua. Begitu juga dengan Ayah-ibuku menitipkan aku selama beberapa tahun lamanya mulai usia yang belum pernah mengalami mimpi basah dan belum bisa mengontrol duitku harus mengabiskan berapa dalam satu bulan untuk didekap dibalik jeruji suci. Tapi saya tidak bertanya mengapa saya di mondokkan? Apakah karena cita-cita kedua orang tua agar aku menjadi da’i kondang yang berceramah didepan Tv, sehingga namaku menjadi tenar terkenal di ujung negeri dan mempunyai banyak followers,,haha..!! dan menjadi seperti ustadz jefri (allahumma ghfir lahu) yang baru wafat tahun kemarin sehingga banyak yang melayatku ketika kumati ?atau Apakah agar menjadi pejuang agama islam yang menegakkan Negara Islam hehe..!? Atau malah apakah sudah tidak sabar mendidikku sehingga pesantren menjadi tempat pembuangan jasadku yang mungkin jadi solusinya? Tapi yang jelas, senangnya hidup disana.
Saat  kujalani, hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi – tahun, bahkan sampai aku tidak mendiami tempat dimana jasad dan hatiku di isi oleh nasehat – nasehat guru dan teman pondokku, rasa kesal sedikit pun tak ada dalam hatiku, meski tidur gag seempuk kasur seperti dirumah, gag sehangat seperti selimut yang melintang ditubuhku ketika ibuku menyelimutinya, cukup teman kanan kiriku saat tidur berdempetan dalam satu atap yang menjadi tembok penghangat jiwa ragaku, gag se enak makan dirumah yang mengandung vitamin 4 sehat 5 sempurna yang siap sedia saat ku langkahkan kaki didapur. Karena disamping bertemu dengan kyai dan guruku yang selalu memberi pencerahan ilmu dan nasehat yang disampaikan baik melalui mau’idhoh hasanah dan pengajian kitab kuning yang menjadi symbol bahwa pesantrenku salaf , juga dengan teman sebagai kawan selama dipesantren yang tak bisa dibandingkan dengan hal apa saja seperti rumus perbandingan matematika, yang kenyamanannya saat bersama  melebihi segala – galanya. yang menemani obrolan, semangat gotong royong, dan tidak lupa lagi yaitu sikap kebersamaan saat ku bersama dengan mereka, mulai makan, diskusi, mengaji. bahkan gundulpun yang menjadi sejarah yang tak mungkin terlupakan.
dua tahun bukanlah waktu yang sebentar saat dipesantren,karena yang dihitung adalah pulangan dan liburan. namun perasaan waktu 2 tahun sangat sebentar saat ku jalani saat  mulai berpisah dengan bangunan yang menjadi saksi bisu tempat dimana diri ini merasakan sinar cahaya yang terletak di pojokan masjid Al- Barokah tempat mengaji para samua santri. tak ada yang diharapkan selain lantunan do’a untuk mengharap barokah dan ampunan atas tingkah tak menyenangkan yang kami lakukan dan ciptakan baik sendiri atau bersama selama ditempat yang penuh cucuran ilmu pengetahuan dan siraman barokah yang membasahi dinding di setiap  sudutnya.
Tak sengaja membuka lemari, aku menemukan album yang terdapat dimemori tempat penyimpanan dataku mulai tugas, musik, video dan foto gundul bersama kawan seperjuangngan yang tersembunyi di file paling bawah, saat ku buka layaknya siluman yang di utus bangsa romawi kuno , atau kalau ga’ seperti gambar misterius yang tidak sama sekali menyeramkan malah membuatku tersenyum lirih saat kumemandangnya, seakan akan memaksa ku untuk bernostalikia kenakalan dimasa lalu.
Banyak santri yang memandang kami saat gundul dahulu kala, dengan menilai kami santri nakal yang tak perlu dijadikan suri tauladan untuk santri lainnya, santri bodoh yang hanya ikutan gundul meski tak melanggarnya, dan santri hebat yang menganggap itu menunjukkan sikap kesolidaritasan gundul satu gundul semua. Aku tidak ingin menilai mereka salah atau benar, namun aku hanya bisa berkata” meraka berkarya dan biarkanlah..!’’
Untukmu disana kawan semoga berhasil dan sukses…!
Di ujung akhir hari menjelang tahun baru, tak ada kata yang ku ucap, tak ada kata yang ku rangkai, kecuali hanya ucapan “bismillahirorhmanirrohim” selamat tahun baru 2017. Berjalannya waktu, semoga mampu menuntun perjalanan kita pada jalan yang benar yang di ridhoi, berubahnya tahun semoga merubah pula sikap dan tindak kita, namun berpisahnya tahun yang telah kita jalani bersama saat disana, semoga tak memisahkan persabatan yang telah kita ikat di bangunan suci nan berkah.

Semarang 31 desember, 2016
Iktinaz XIX





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Genap Setahun Pengabdian

  Tepat 1 Februari 2022 lalu, saya memulai pengabdian di YIMA Islamic School setelah melewati rangkaian test dan prosedural sesuai ketetapan lembaga sebagaimana yang juga diberlakukan terhadap calon pegawai yang lain.   Bergabungnya saya di YIMA diperkarsai perintah salah satu orang yang perintah dan larangannya harus saya patuhi sehingga saya tidak berbuat banyak menanggapi hal tersebut. Padahal di waktu bersamaan saya menerima pemprosesan di salah satu tempat di Surabaya dan proses penerimaan di salah satu lembaga di Sidoarjo. Saya pun melewati rangkaian tahap demi tahap hingga sampai pada proses yang hampir mendekati final. Saya hanya berkesimpulan, di manapun insyallah jalan terbaik. Namun orang yang memerintah saya itu bersikukuh meminta saya untuk tinggal di Bondowoso setelah merantau selama hampir 12 tahun lamanya di kota orang, akhirnya YIMA yang saat ini saya berada di dalamnya menjadi pilihan. Dengan ridho seorang itu, akhirnya saya meyakinkan hati untuk memulai penge

Bagaimana Berkomunikasi ?

  Saya menganalisis dan mengutip beberapa bagian hasil pelatihan skill komunikasi tempo lalu yang saya coba kerucutkan menurut analisis saya sendiri, paling tidak dalam konteks yang secara pribadi saya alami sebagai makhluk sosial.   Sengaja saya mengawali tulisan ini dengan sebuah pertanyaan “Bagaimana Berkomunikasi?” Sebab dalam berkomunikasi dengan siapapun, kita akan berhadapan beragam hal, situasi, kondisi, lawan bicara yang beragam karakter, mood komunikan, bahasa, kultur, waktu, tempat atau hal kompleks yang lain, sehingga yang kita butuhkan adalah mode dan cara komunikasi apa yang sebaiknya diaplikasikan menghadapi kejadian apapun dengan siapapun.   Maka tidak ada yang baku dan permanen suatu mode komunikasi diterapkan pada kasus tertentu. Sehingga menurut saya, mode dan cara berkomunikasi belum tentu bisa diterapkan secara sama pada kejadian maupun kasus yang serupa, apalagi berbeda terhadap orang yang berbeda pula. Seperti halnya pancingan respond saya terhadap kelompok

MENJADI GURU

Sehari sebelum tanggal peringatan hari guru nasional 2023, beberapa siswa datang ke saya mengutarakan permohonannya untuk merayakan hari guru bersama guru di kelasnya masing-masing. Saya tidak bertanya banyak perayaan seperti apa yang direncakan anak berusia kelas SD tersebut untuk mengenang moment hari guru itu. Saya hanya menimpali pertanyaan kepada mereka. Kapan pelaksanaan hari guru itu? Spontanitas mereka menjawab, “25 November”. Jawabnya penuh semangat. Pertanyaan berikutnya kenapa ada perayaan hari guru? Jawaban mereka beragam, namun keberagaman itu masih satu keutuhan yang menggambarkan peran guru, paling tidak sesuai pengalaman siswa SD tersebut bersama gurunya . “Karena guru adalah yang mengajarkan ilmu” , "Karena guru yang mengajarkan al qur'an",   “Karena guru yang mendidik soal budi pekerti yang baik”, “ Karena guru mengajarkan untuk membiasakan membuang sampah pada tempatnya”. Kurang lebih begitu jawaban sederhana mereka secara beragam. Pertanyaan se