Langsung ke konten utama

mengemis kepada yang lamis



BERJALAN DEMI MENGEMIS KEADILAN
Pada tanggal 9 Desember kemarin 2016, depan gerbang Kantor Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di padati oleh kaum tani dan buruh masyarakat Kendeng Pati. dengan berjalan sejauh kurang lebih 150 KM. dari kampung halaman mereka, untuk mengawal putusan MA yang memutuskan untuk tidak jadi di dirikannya  pabrik semen. Tidak hanya mayarakat setempat yang berdemonstran di halaman kantor tersebut, melainkan masyarakat Surokonto  dari Kendal dan mahasiswa di setiap Perguruan Tinggi turut andil menyuarakan pendapatnya dengan asas kesolidaritasan dan kemanusiaan.
Rencana mendidirikan pabrik semen yang dilakukan di Pati, membuat masyarakat kendeng untuk terus memperjuangkan haknya demi monolak pendirian Pabrik Semen. dikawasan tempat mereka meraih Rizqi dan sumber pencaharian hidup. Karena mayoritas penduduk setempat berprofesi sebagai petani, maka lahan dan ladang adalah segala - galanya yang perlu dijaga dan dirawatnya. Karena apabila itu tidak dirawat apalagi dilepaskannya hanya kebutuhan penguasa dengan memberikan perizinan untuk didirikan pabrik semen, bukan hanya hak mereka yang di reggut dan di rampas, melainkan keturunannya pun merasakan kehampaan.
Pendirian Pabrik Semen, tidak patut untuk didirikan di tanah yang sudah dikuasai dan di manfaakant oleh masyarakat, karena disamping menghilangkan hak menguasai hasil tanah tersebut, juga hak lingkungan yang menjadi tercemar akibat dari dampak pendirian pabrik tersebut. Maka dukungan kepada masyakat kendeng harus di junjung tinggi bagi kita sebagai bangsa dan Negara untuk melindungi kepentingan dan demi kesejahteraan, yang tertera dalam nafas UUD 1945 Dan pancasila yang berkedilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. meski pendirian Pabrik Semen dan masyarakat kendeng ada lapangan pekerjaan dengan menjadi buruh, menurut kami itu bukanlah solusi bagi mereka. Sebab gaji buruh tidak cukup seperti hasil yang ia dapat dari ibu bumi yang memaringi tersebut, pendirian pabrik hanya menguntungkan kaum kapitalis demi kepentingannya.
Seandainya, kalau pabrik semen tetap di izinkan untuk didirikan, tentunya ini merupakan jajahan kolonial jilid 2 yang tidak ada bedanya dengan jilid pertama.. Jilid pertamanya yaitu pra Indonesia merdeka pada zaman jajahan belanda, dikala itu, sebelum Indonesia merdeka, merupakan sejarah bagi kaum kapitalis asing masuk ke Indonesia. petani dan buruh dikala itu yang mempunyai sawah tempat ia bercocok tanam padi sebagai kebutuhan pokoknya, di sewa oleh bangsa asing untuk ditanami tebu. Dan masyarakat kita dahulu mau tidak mau hanya bisa meng amini saja. Seperti apa yang dikatakan Samaoen presiden SI Semarang, bangsa kita terlalu sabar, dan menurut saja, namun masyarakat kendeng dengan keberaniannya, untuk mengawal keadilan dari putusan MA. Rela berjalan kaki hanya untuk mengemis keadilan.
Perelaan memberi hak sewa pada masa itu dikarenakan kemiskinan yang tak terkendali, dan ketidak tahuan akan akibatnya, akhirnya kaum asing bertindak kuasa atas tanah sewanya. Dan bangsa kita menjadi budak di negerinya sendiri. Secara tidak langsung kaum tani yang menyewakan tanahnya apa bila tidak kuat membayarnya, secara otomatis akan terjadi pergeseran kepemilikan. Tidak hanya itu kaum kapitalis mulai memperluaskan lahan, sehingga lahan yang biasanya di tanam buat padi, beralih menjadi tebu. Maka kebutuhan pokok dikala itu berubah menjadi jagung dan apar pisang. Belum  lagi upah yang diterimanya tak sesuai dengan keringatnya
Kalau pra kemerdekaan, adalah bangsa Kolonial kaum asing yang merampas hak masyarakat kita, sekarang Indonesia sudah terbebaskan dari kukungan kaum kapitalis asing belanda, kalau itu masih terjadi saat ini, seperti perencanaan pabrik semen, siapakah mereka? Apakah Kolonial datang kembali? Atau jangan – jangan warga Negara Indonesia tapi berwatak Kolonial? ayo Pak Ganjar bangun…! Apakah engkau lupa atau pura – pura lupa dengan perkataanmu yang mengatakan tuanku adalah rakyat? Saat ini Dengan belas kasih, tuanmu datang dihadapanmu untuk mengawal keadilan dengan berjalan, maka keluarlah dan bangunlah….!!!bantu kami untuk menjemput keadilan.
Tulisan yang desember kami tulis dalam buku catatan kami, seyogyanya kami publikasikan kembali ditanggal yang jauh antara pertama kami tulis dan publikasikan, dengan alasan selam 12 hari sampai sekarang masyarakat kendeng masih berbaring didepan pintu gerbang kantor gubernur  menggelar aksi mencabut surat izin lingkungan untuk menunggu penguasa keluar dari sarangnya.
Salam kendeng…!Lestari…!

semarang 09/12/2016 dan pub 31/12/16
Hasan Ainul Yaqin





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Genap Setahun Pengabdian

  Tepat 1 Februari 2022 lalu, saya memulai pengabdian di YIMA Islamic School setelah melewati rangkaian test dan prosedural sesuai ketetapan lembaga sebagaimana yang juga diberlakukan terhadap calon pegawai yang lain.   Bergabungnya saya di YIMA diperkarsai perintah salah satu orang yang perintah dan larangannya harus saya patuhi sehingga saya tidak berbuat banyak menanggapi hal tersebut. Padahal di waktu bersamaan saya menerima pemprosesan di salah satu tempat di Surabaya dan proses penerimaan di salah satu lembaga di Sidoarjo. Saya pun melewati rangkaian tahap demi tahap hingga sampai pada proses yang hampir mendekati final. Saya hanya berkesimpulan, di manapun insyallah jalan terbaik. Namun orang yang memerintah saya itu bersikukuh meminta saya untuk tinggal di Bondowoso setelah merantau selama hampir 12 tahun lamanya di kota orang, akhirnya YIMA yang saat ini saya berada di dalamnya menjadi pilihan. Dengan ridho seorang itu, akhirnya saya meyakinkan hati untuk memulai penge

Bagaimana Berkomunikasi ?

  Saya menganalisis dan mengutip beberapa bagian hasil pelatihan skill komunikasi tempo lalu yang saya coba kerucutkan menurut analisis saya sendiri, paling tidak dalam konteks yang secara pribadi saya alami sebagai makhluk sosial.   Sengaja saya mengawali tulisan ini dengan sebuah pertanyaan “Bagaimana Berkomunikasi?” Sebab dalam berkomunikasi dengan siapapun, kita akan berhadapan beragam hal, situasi, kondisi, lawan bicara yang beragam karakter, mood komunikan, bahasa, kultur, waktu, tempat atau hal kompleks yang lain, sehingga yang kita butuhkan adalah mode dan cara komunikasi apa yang sebaiknya diaplikasikan menghadapi kejadian apapun dengan siapapun.   Maka tidak ada yang baku dan permanen suatu mode komunikasi diterapkan pada kasus tertentu. Sehingga menurut saya, mode dan cara berkomunikasi belum tentu bisa diterapkan secara sama pada kejadian maupun kasus yang serupa, apalagi berbeda terhadap orang yang berbeda pula. Seperti halnya pancingan respond saya terhadap kelompok

MENJADI GURU

Sehari sebelum tanggal peringatan hari guru nasional 2023, beberapa siswa datang ke saya mengutarakan permohonannya untuk merayakan hari guru bersama guru di kelasnya masing-masing. Saya tidak bertanya banyak perayaan seperti apa yang direncakan anak berusia kelas SD tersebut untuk mengenang moment hari guru itu. Saya hanya menimpali pertanyaan kepada mereka. Kapan pelaksanaan hari guru itu? Spontanitas mereka menjawab, “25 November”. Jawabnya penuh semangat. Pertanyaan berikutnya kenapa ada perayaan hari guru? Jawaban mereka beragam, namun keberagaman itu masih satu keutuhan yang menggambarkan peran guru, paling tidak sesuai pengalaman siswa SD tersebut bersama gurunya . “Karena guru adalah yang mengajarkan ilmu” , "Karena guru yang mengajarkan al qur'an",   “Karena guru yang mendidik soal budi pekerti yang baik”, “ Karena guru mengajarkan untuk membiasakan membuang sampah pada tempatnya”. Kurang lebih begitu jawaban sederhana mereka secara beragam. Pertanyaan se