Langsung ke konten utama

santri memeperjuangkan kemerdekaan



Darah Santri Di ujung Sangsaka Merah Putih
Oleh: Hasan Ainul Yaqin
Satu tahun yang lalu pemerintah Indonesia baru mendeklarasikan hari santri Nasional bertepat pada tanggal 22 Oktober 2015. Pada hari tersebut berbagai pesantren di Nusantara melaksanakan upacara.  untuk menyambut hari santri juga membangun jiwa nasionalisme dikalangan Santri.
Kata Santri, dalam kamus KBBI adalah orang yang belajar agama islam, makna ini mengacu secara universal, baik santri itu belajar di pesantren atau di sekolah, selama ia belajar ilmu agama islam maka ia disebut santri, Sedangkan menurut peneliti bernama Cc.Berg mengatakan bahwa kata Santri berasal dari bahasa India yaitu shastri , yang memiliki makna orang yang ahli kitab agama Hindu. Namun secara penamaan identitas santri adalah orang yang belajar ilmu agama di pesantren atau pondok. Ditempat itulah santri tidak hanya di asah intelektual, melainkan emosional dan spiritual seperti sopan santun, ajeg (istiqomah) , nasehat, taqwallah, ridhollah, ikhlas  yang di jadikan sebagai  satlogi santri oleh salah satu ulama’.
Peran santri dalam membangun dan mempertahankan NKRI sebenarnya tercatat dalam sejarah, tapi pemerintah orde baru menghapus dan melupakannya karena ketidak sukaanya atas peran santri dan ulama’. Padahal sebelum Indonesia merdeka,  santri turut andil untuk memperjuangkan.  sebut saja wali songo dan para para santrinya yang telah telah memberi angin segar berupa cakrawala pengetahuan pada masyarakat sekitar. 
 Para kyai atau ulama sebagai  generasi setelah Wali Songo  yang mendirikan pondok pesantren sebelum Indonesia merdeka sudah tentu bersama – sama berjuang melawan penjajah.. Diantaranya: Sidogiri dibawah asuhan Sayyid Sulaiman, pada tahun 1853 M, Lirboyo dibawah asuhan kyai Abdul Karim, Tebu Ireng Jombang tahun 1899 oleh kyai Hasyim Asyari, Zainul Hasan Genggong probolinggo tahun 1839 oleh Syekh Zainal Abidin,  Gontor Ponorogo didirikan tahun 1926 oleh KH. Zainuddin Fanani,  pesantren ASY-Syafi’iyah Nahdlotul Wathon oleh Muhammad Zainuddin Abdul Majid. Dari beberapa nama pesantren tersebut dapat mewakili pesantren lainya yang tidak disebutkan secara keseluruhan.
Latar belakang didirikan pondok pesantren menurut pengakuan sebagian Ulama’ selain karena masyarakat jauh dari pengetahuan sehingga prilakunya jauh dari norma Agama juga  mengajak bersatu bangsa Indonesia untuk menumpas kekejaman dan kejahatan kolonial yang bertindak serakah di bumi nusantara. Oleh karenanya Kyai berikut santrinya berjuang untuk memerdekakan Indonesia. Seperti yang disampaikan oleh Habib Muhammad Luthfi bin Yahya Pekalongan menuturkan ‘’ bendera merah putih itu tidak berkibar secara gratis, banyak darah santri melayang di atasnya’’ jadi, kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari peran santri yang berjuang bahkan banyak pula yang tewas dimedan laga.
Seiring dengan berdirinya Oganisasi pemuda Islam di Indonesia yakni Laskar Hisbullah yang dikomandoi oleh Kyai Zainul Arifin, Laslar Sabilillah yang dikomandoi oleh Kyai Masykur, dan kyai wahab hasbullah sebagai pimpinan dari mujahidin maka semakin besar pula peran santri untuk bersatu berjuang memerdekakan dan mempertahankan Negara. Salah satu ucapan dari kyai hasyim asyari’’ bahwa membela tanah air merupakan jihad fisabilillah.’’
Perayaan hari santri disambut antusias oleh bangsa Indonesia khususnya mereka yang berstatus Santri. yaitu untuk meniti peran santri yang berjuang demi kemerdekaan Indonesia juga mengenang para santri yang mati syahid di medan peperangan melawan penjajah.  ketua PWNU JATIM KH. Moh Hasan Mutawakkil  berpandapat’’ hari santri nasional tidak hanya untuk santri saja, tapi untuk mereka yang punya jiwa nasionalisme, mereka yang menghargai para pejuang, mereka yang mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan untuk mereka yang mencintai panacasila.
Penulis disini mengajak para pembaca untuk mengobarkan semangat dan mempertahankan keutuhan NKRI dan membangun rasa cinta terhadap bumi pertiwi dibawah kibaran sangsaka merah putih.
Semarang ,21 oktober 2016



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Genap Setahun Pengabdian

  Tepat 1 Februari 2022 lalu, saya memulai pengabdian di YIMA Islamic School setelah melewati rangkaian test dan prosedural sesuai ketetapan lembaga sebagaimana yang juga diberlakukan terhadap calon pegawai yang lain.   Bergabungnya saya di YIMA diperkarsai perintah salah satu orang yang perintah dan larangannya harus saya patuhi sehingga saya tidak berbuat banyak menanggapi hal tersebut. Padahal di waktu bersamaan saya menerima pemprosesan di salah satu tempat di Surabaya dan proses penerimaan di salah satu lembaga di Sidoarjo. Saya pun melewati rangkaian tahap demi tahap hingga sampai pada proses yang hampir mendekati final. Saya hanya berkesimpulan, di manapun insyallah jalan terbaik. Namun orang yang memerintah saya itu bersikukuh meminta saya untuk tinggal di Bondowoso setelah merantau selama hampir 12 tahun lamanya di kota orang, akhirnya YIMA yang saat ini saya berada di dalamnya menjadi pilihan. Dengan ridho seorang itu, akhirnya saya meyakinkan hati untuk memulai penge

Bagaimana Berkomunikasi ?

  Saya menganalisis dan mengutip beberapa bagian hasil pelatihan skill komunikasi tempo lalu yang saya coba kerucutkan menurut analisis saya sendiri, paling tidak dalam konteks yang secara pribadi saya alami sebagai makhluk sosial.   Sengaja saya mengawali tulisan ini dengan sebuah pertanyaan “Bagaimana Berkomunikasi?” Sebab dalam berkomunikasi dengan siapapun, kita akan berhadapan beragam hal, situasi, kondisi, lawan bicara yang beragam karakter, mood komunikan, bahasa, kultur, waktu, tempat atau hal kompleks yang lain, sehingga yang kita butuhkan adalah mode dan cara komunikasi apa yang sebaiknya diaplikasikan menghadapi kejadian apapun dengan siapapun.   Maka tidak ada yang baku dan permanen suatu mode komunikasi diterapkan pada kasus tertentu. Sehingga menurut saya, mode dan cara berkomunikasi belum tentu bisa diterapkan secara sama pada kejadian maupun kasus yang serupa, apalagi berbeda terhadap orang yang berbeda pula. Seperti halnya pancingan respond saya terhadap kelompok

MENJADI GURU

Sehari sebelum tanggal peringatan hari guru nasional 2023, beberapa siswa datang ke saya mengutarakan permohonannya untuk merayakan hari guru bersama guru di kelasnya masing-masing. Saya tidak bertanya banyak perayaan seperti apa yang direncakan anak berusia kelas SD tersebut untuk mengenang moment hari guru itu. Saya hanya menimpali pertanyaan kepada mereka. Kapan pelaksanaan hari guru itu? Spontanitas mereka menjawab, “25 November”. Jawabnya penuh semangat. Pertanyaan berikutnya kenapa ada perayaan hari guru? Jawaban mereka beragam, namun keberagaman itu masih satu keutuhan yang menggambarkan peran guru, paling tidak sesuai pengalaman siswa SD tersebut bersama gurunya . “Karena guru adalah yang mengajarkan ilmu” , "Karena guru yang mengajarkan al qur'an",   “Karena guru yang mendidik soal budi pekerti yang baik”, “ Karena guru mengajarkan untuk membiasakan membuang sampah pada tempatnya”. Kurang lebih begitu jawaban sederhana mereka secara beragam. Pertanyaan se