Jumat dini hari 25 Mei 2018
kerumunan orang tampak meramaikan tempat Pastoran Johanes Maria yang dijadikan
acara sahur bersama Ibu Negara ke empat, Istri dari Abdurrahman Wahid yang biasa
disapa Gus dur bagi siapa mengenalnya. Keheningan malam yang dihiasi melodi lagu keroncong,
music rebana serta tarian sufi yang diprakarsai Jaluluddin Rumi menambah
kesyahduan malam yang dibalut berbagai lagu.
mulai lagu religius sebagai
bentuk Negara yang mengakui ketuhanan yang maha esa, lagu jawa sebagai petanda
bahwa Negara ini kaya akan budaya dan sukunya termasuk jawa, serta lagu
nasional sebagai bentuk cerminan Negara yang masyarakatnya berdiri tegak di pangkuan
bumi pertiwi demi tanah airnya, tanah air yang penduduknya beraneka ragam agamanya,
berbangsa dan bersuku berbeda – beda. Walaupun berbeda, mereka dipertemukan di
bawah atap yang sama yakni Indonesia agar saling mengenal satu sama lain sesama
anak bangsa.
Keberagaman Indonesia
ditampakkan di malam itu, meskipun acara sahur bersama merupakan momen bagi
umat Islam yang hendak melaksanakan ibadah puasa, rupanya golongan yang hadir
menyambut Ibu Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid dalam rangka sahur bersama tidak
hanya umat muslim saja, berbagai elemen turut serta memadati tempat dengan keadaan
suka dalam balutan benang toleransi antar umat beragama, mulai Kristen, Hindhu,
Budha, Ahmadiyyah, Syiah dan lain sebagainya.
Dendang alunan lagu menemani
jalannya acara hingga Adzan Shubuh berkumandang pertanda makan dan minum sudah
berakhir. pihak keamanan turut mengawal demi kesuksesan acara mulai yang
berbayar ataupun sekedar pengabdian semata pada keselamatan agama dan juga negara
seperti ditorehkan barisan serba guna /Banser tentaranya Nahdlatul Ulama.
Selepas sahur bersama dengan
menyantap sate plus nasi kardus yang dihidangkan, ceramah kebangsaan Ibu Shinta
sampaikan. Kemudian beliau menyuruh mengacungkan tangan kepada semua masyarakat
yang hadir sesuai absen berdasar agama. “Tuhan menempatkan manusia di surga
apabila manusia itu bertaqwa kepadanya. Apapun agamanya, baik Islam, Budha,
Kristen, Hindhu, Budha selama dia
bertaqwa kepada tuhan, maka tuhan membalasnya dengan kebaikan,”serunya.
Sahur bersama elemen
masyarakat bukan baru pertama kali beliau lakukan dari tempat satu ke tempat
lain, termasuk di Semarang. Kurang lebih 20 tahun agenda tahunan beliau
sempatkan, Mulai sahur bersama anak muda, umat antar agama, di pasar bersama
pedagang, bahkan di tempat pembuangan sampah sekalipun yang barang tentu baunya
tidak sedap, dengan sifat kesederhanaan dan kepedulianya pada masyarakat
golongan kelas menengah ke bawah beliau tidak merasa jaim meski putri seorang
ulama terkemuka di tempatnya ataupun istri orang besar seorang mantan presiden bernama Gus Dur, tokoh teladan
yang menyebarkan bibit nilai kemanusiaan dan semangat perdamaian.
“laki – laki dan perempuan
adalah dua saya seekor burung, jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah
burung itu sampai pada puncak yang setinggi – tingginya, jika patah satu dari
sayap itu, maka tak dapat terbanglah burung itu sama sekali” pepatah Soekarno
adalah kata bijak yang pas menggambarkan sosok Abdurrahman Wahid bersama sang
Istri Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid.
Di Tanah Rantau
25 Mei 2018
Komentar
Posting Komentar