Langsung ke konten utama

Semua Punya Hak Bermpimpi Dan Mewujudkanya

sumber : majalah-sudutpandang.com

Judul : The Lawyer
Penulis : Kurnianto Purnama
Tahun Terbit : 2018
Penerbit : RMBOOKS
Tebal : 189 halaman
ISBN : 978-602-5931-12-3
Resentator : Inunk Ainul Yaqin

“Saling toleransi sesama bangsa yang berbeda, saling toleransi antar umat beragama, dan saling menegakkan hukum adalah jalan yang dapat menyelesaikan konflik di bumi yang telah ditaqdirkan hidup berbagai suku, bangsa, dan agama” halaman 22

Pada saat memasuki toko buku Gramedia saya bingung mau pilih mana buku yang hendak dibeli. Waktu ada bazar buku secara besar-besaran, harganya berkisar sepuluh ribuan ke atas, saat saya masuk stand yang mematok harga segitu tidak ada satu buku pun yang memikat hatiku.
Akhirnya saya keliling, semua stand saya hampiri. Tetap saja belum ada ketertarikan untuk membeli di stand yang saya hampiri. kalaupun ada yang menarik harganya pun mahal seolah bukan penggelaran bazar. hehehe

Saya naik tangga lantai dua, tentu lantai dua sudah bukan bazar. Harganya pun seperti hari-hari biasanya. Buku-bukunya pun di lantai dua jangan ditanya mulai dari kertasnya yang bagus, terbitanya terbaru dan bukunya pun banyak yang bagus dan berkualitas bagus.

Kalau sudah masuk toko buku apalagi sekelas Gramedia, tinggal muter-muter dan pilih. Ada buku fiksi, non fiksi, dan buku sesuai kajian masing-masing pun tersedia. Semakin kualitas bukunya semakin mahal harganya.

Setelah mondar-mandir kesana kemari saya jajahi, saya menemukan buku The Lawyer yang ditempel di dinding. “sepertinya ini novel tentang advokat atau pengacara” gumamku. Melihat harganya pun tidak terlalu mahal saya ambil buku itu dan saya baca sinopsisnya lalu saya tertarik ingin membelinya.

Sembari menunggu waktu agak sore, saya keliling dua kali tiga kali di setiap rak buku yang berada di lantai 2 ini. akhirnya saya menemukan novel karya Ahmad Tohari yang berjudul “Bekisar Merah” yang sudah saya resensi dengan judul “ Si Bekisar Merah Dan Belantik Kekuasaan” dan kali ini buku The Lawyer.

Butuh Perjuangan

Buku tersebut melenceng dengan dugaanku yang semula, saya kira buku ini sebuah novel yang mengulas masalah dunia hukum yang diselesaikan oleh seorang Lawyer. Ternyata tidak, buku ini sebuah auto biografi penulisnya sendiri yang notabenenya seorang advokat atau pengacara. Kisah dalam buku ini diceritakan semenjak Kurnianto masih kecil saat berada di bawah pengawasan orang tua, masa SMA, hingga menata karir menjadi seorang advokat.

Perjuangan Kurnianto Purnama yang kini menjadi lawyer tentu didapat bukan dari cara yang Cuma-Cuma dan proses yang instans. Semenjak menjadi mahasiswa di Jakarta pun Kurniato harus nyambi kerja menjadi pedagang toko di rumah kakaknya demi meringankan beban orang tuanya dan saudaranya. Tidurnya pun di gudang tempat penyimpanan barang daganganya.

Benar kata pepatah guru saya di Pesantren Kyai Haji Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, beliau seringkali berpesan kepada santrinya waktu mengajar santri di Masjid Al- Barokah Genggong, “tidak ada kebahagiaan tanpa pengorbanan dan tidak ada kesuksesan tanpa penderitaan” pesanya.

Dan begitulah yang pernah dialami oleh Kho Liong Tet alias Kurnianto dalam buku the Lawyer ini. Perjuangan dan jerih payahnya mencapai cita-cita yang sejak dulu diimpikan kini terwujud yaitu menjadi seorang Lawyer.

Menjadi seorang Lawyer, Kurnianto terpanggil ketika adiknya dibawa polisi. Orang tuanya memelas dan tidak berkutik ketika adik kurnianto dibawa polisi tanpa alasan yang jelas dan tanpa bukti yang kuat. Begitupun Kurnianto, ia merasa tidak punya hak, bingung harus berbuat apa untuk membebaskan adiknya.

Akhirnya dalam benak Kurnianto bagaimana sekiranya ia harus dapat membela orang yang haknya tercerabut. Memutuskan untuk menjadi seorang Lawyer terbesit di fikiranya. Begitulah awal mula mengapa Kurnianto Purnama bercita-cita menjadi Advokat.

Ia alumni Universitas Tujuh Belas Agustus 45 (UNTAG), kampus yang ketika merantau ke Jakarta pertama kali, tempat itu menjadi kampus dambaanya. Seperti yang telah disampaikan di atas, bahwa mengejar cita-cita seorang lawyer butuh perjuangan dan kerja keras. Dan itu dibuktikan benar oleh Tet sapaan akrabnya.

Pengetahuan Salah Satu Kunci Kebahagiaan

Meski dia latar belakang keluarga miskin, faktor tersebut tidak mematahkan semangatnya. Baginya siapapun orang, dari mana ia berasal mempunyai hak dan kesempatan yang sama atas apa yang dicita-citakan untuk diwujudkan.

Motivasi semangat belajar karena ia berasal dari kampung, keturunan orang miskin terdapat di halaman buku ini. Kurnianto menyuluti api kepada siapa yang ingin membacanya bahwa alasan apapun bukan menjadi soal yang menghalangi proses meraih kebahagiaan yang diimpikan.

Tatkala seseorang dilahirkan dalam keluarga yang ekonominya baik dan mapan, bersyukurlah dia. Akan tetapi jika dia dilahirkan dalam keluarga yang secara ekonomi tidak mapan alias miskin, maka suratan takdir namanya. Namun sudah merupakan teori bagi kalangan intelektual bahwa jika kita tidak mampu secara ekonomi untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup, maka kita dapat mencapainya melalui ilmu dan pengetahuan atau pendidikan. Inilah pesan Kurnianto kepada pembaca pada awal halaman buku ini.

Pesan ini yang juga pernah disampaikan oleh Ulama Klasik Imam Syafi’i. beliau berkata, “barang siapa yang mengingkan dunia maka dengan ilmu, barang siapa yang ingin akhirat maka dengan ilmu, dan barang siapa yang ingin kedua-duanya maka dengan ilmu,”

kita harus pakai cara yang berbeda, usaha yang keras, dan impian yang tinggi jika kita merasa punya nasib seperti penulisnya. Dan banyak orang sudah membuktikan bahwa ilmu pengetahuan dapat meraih segala-galanya. Seperti Presiden RI Joko Widodo yang berasal dari keluarga miskin, Khoirul Tanjung yang sekarang jadi pengusaha sukses, dan banyak lagi orang berhasil dari latar belakang orang tak punya. Begitupula Kurnianto seperti dikisahkan dalam buku bergaya novel ini.

Masa-masa SMA

Hampir separuh halaman buku ini, Kurnianto menceritakan tentang perjalanan hidup selama masa-masa SMA di kampungnya, Belitung. Masa-masa SMA memang masa yang indah dikenang, ceritanya tidak pernah selesai diobrolkan meskipun setiap kali bertemu di momen reoni diulang-ulang. Bikin terbahak, lucu, dan penuh canda maupun tawa. Baik kisah bersama teman, guru, dan kekasih semasa SMA. Sebab masa SMA adalah proses transisi pendewasaan dari remaja menuju dewasa. Pikiran kekanak-kanakan dan kedewasaan berlebur saling Tarik menarik.

Waktu mengenyam pendidikan di SMA di kampungnya, Kurnianto salah satu teman yang mempunyai keyakinan yang berbeda dengan teman seangkatanya. Namun perbedaan di sana seperti diceritakan dalam auto biografi ini bukan masalah yang berarti bahkan tidak perlu dipermasalahkan.
Semua siswa tak luput Kurnianto saling mengasihi menjalin hubungan harmonis sesama temanya. Tanpa harus mensoalkan etnis, agama, dan budaya. Bahkan ketika salah satu siswa merayakan tradisi agama atau adat istiadatnya orang sekelilingnya menghormati. Seperti kisah salah satu teman Kurnianto, ketika kakeknya meninggal dunia, cucunya itu dilarang memangkas rambut sampai batas waktu yang ditentukan.

Ibu gurunya berusaha memotong rambuk si teman Kurnianto tersebut karena sudah panjang, tapi setelah dijelaskan kalau dilarang dipangkas, akhrnya Guru yang menajdi suri tauladan bagi muridnya itu mengurungi niatnya. Dan ini suatu gambaran, orang harus menghargai adat orang lain apapun alasanya.

Buku ini memberi banyak perjalanan bagi siapa yang ingin membacanya mulai dari perjuangan, pengorbanan, kerja keras, saling kasih sayang sesama manusia, dan kasih sayang terhadap keluarga, orang tua, pasangan kita, dan keturunan kita.

Buku ini mempunyai kekurangan, ada padanan kata yang belum sesuai dan ada cerita yang penulis kisahkan kurang runtut.

Tidak salah kita belajar dari pengalaman hidup orang lain. Terkadang memang yang dapat merubah hidup kita adalah diri kita sendiri, tapi tidak bisa dipungkiri ada sesuatu lain yang saya kira mampu memberi motivasi mendorong untuk merubah hidup kita, sesuatu itu beragam. Bisa dari buku yang kita baca, novel yang kita salami, dan orang lain yang kita menjalin kedekatan dengannya.
Kurnianto Purnama selain sibuk sebagai praktisi hukum, ia menyempatkan mengisi waktu luangnya membaca ataupun dengan menulis.

Selamat membaca….!
Pojok Kontrakan Freedom Institute
Minggu, 03 Maret 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Genap Setahun Pengabdian

  Tepat 1 Februari 2022 lalu, saya memulai pengabdian di YIMA Islamic School setelah melewati rangkaian test dan prosedural sesuai ketetapan lembaga sebagaimana yang juga diberlakukan terhadap calon pegawai yang lain.   Bergabungnya saya di YIMA diperkarsai perintah salah satu orang yang perintah dan larangannya harus saya patuhi sehingga saya tidak berbuat banyak menanggapi hal tersebut. Padahal di waktu bersamaan saya menerima pemprosesan di salah satu tempat di Surabaya dan proses penerimaan di salah satu lembaga di Sidoarjo. Saya pun melewati rangkaian tahap demi tahap hingga sampai pada proses yang hampir mendekati final. Saya hanya berkesimpulan, di manapun insyallah jalan terbaik. Namun orang yang memerintah saya itu bersikukuh meminta saya untuk tinggal di Bondowoso setelah merantau selama hampir 12 tahun lamanya di kota orang, akhirnya YIMA yang saat ini saya berada di dalamnya menjadi pilihan. Dengan ridho seorang itu, akhirnya saya meyakinkan hati untuk memulai penge

Bagaimana Berkomunikasi ?

  Saya menganalisis dan mengutip beberapa bagian hasil pelatihan skill komunikasi tempo lalu yang saya coba kerucutkan menurut analisis saya sendiri, paling tidak dalam konteks yang secara pribadi saya alami sebagai makhluk sosial.   Sengaja saya mengawali tulisan ini dengan sebuah pertanyaan “Bagaimana Berkomunikasi?” Sebab dalam berkomunikasi dengan siapapun, kita akan berhadapan beragam hal, situasi, kondisi, lawan bicara yang beragam karakter, mood komunikan, bahasa, kultur, waktu, tempat atau hal kompleks yang lain, sehingga yang kita butuhkan adalah mode dan cara komunikasi apa yang sebaiknya diaplikasikan menghadapi kejadian apapun dengan siapapun.   Maka tidak ada yang baku dan permanen suatu mode komunikasi diterapkan pada kasus tertentu. Sehingga menurut saya, mode dan cara berkomunikasi belum tentu bisa diterapkan secara sama pada kejadian maupun kasus yang serupa, apalagi berbeda terhadap orang yang berbeda pula. Seperti halnya pancingan respond saya terhadap kelompok

MENJADI GURU

Sehari sebelum tanggal peringatan hari guru nasional 2023, beberapa siswa datang ke saya mengutarakan permohonannya untuk merayakan hari guru bersama guru di kelasnya masing-masing. Saya tidak bertanya banyak perayaan seperti apa yang direncakan anak berusia kelas SD tersebut untuk mengenang moment hari guru itu. Saya hanya menimpali pertanyaan kepada mereka. Kapan pelaksanaan hari guru itu? Spontanitas mereka menjawab, “25 November”. Jawabnya penuh semangat. Pertanyaan berikutnya kenapa ada perayaan hari guru? Jawaban mereka beragam, namun keberagaman itu masih satu keutuhan yang menggambarkan peran guru, paling tidak sesuai pengalaman siswa SD tersebut bersama gurunya . “Karena guru adalah yang mengajarkan ilmu” , "Karena guru yang mengajarkan al qur'an",   “Karena guru yang mendidik soal budi pekerti yang baik”, “ Karena guru mengajarkan untuk membiasakan membuang sampah pada tempatnya”. Kurang lebih begitu jawaban sederhana mereka secara beragam. Pertanyaan se