Langsung ke konten utama

MAHASISWA MENDADAK RAJIN BELAJAR




Desember masih belum mengalami perubahan cuaca, masih setia dengan cuaca hujan, pagi ini hujan begitu gegabah menghampiri untuk membasahi bumi, meskipun derasnya hujan yang berjatuhan, namun tak mematahkan semangat mahasiswa untuk berangkat ke kampus. Rasanya suasana saat ini, tidak seperti suasana biasanya, kalau hujan melanda ke permukaan, biasanya mahasiswa pada males, bosan, capek untuk keluar kos ataupun kontrakan, ditambah dinginya embun yang menyusup raga, seakan tidak ada pilihan lain yang paling mantap selain meninabobokkan diri diatas kasur dan membalutkan selimut ketubuh.
 apalagi sambil membayangi tidur bersama wanita cantik, manis, bahenol, dan berbodi seksi, pasti kehangatan yang dirasakan dan menjadikan semua terlupakan seperti lagunya Bang Iwan Fals “yang terlupakan”. Bahkan tuhan yang kerap kali disebut namanya, lupa dengan sendirinya sangking nyenyak dan nikmatnya tidur dipagi hari tanpa mentari dalam cuaca hujan. Jangan lupa, ini juga bagian nikmat tuhan yang perlu disyukuri.
Kemalasan kali ini berbeda dengan kemalasan sebelumnya, apapun keadaannya, bagaimanapun suasananya, mau tidak mau harus dilawan. Entah melawan keadaan yang memalaskan, ataupun melawan kebiasaan buruk yang sering dilakukan oleh manusia penyandang identitas status mahasiswa bukan mahaesa.
Ternyata perlawanan yang dilakukan, bukanlah tanpa alasan, ataupun tanpa maksud. Baru disadari bahwasannya sekarang akhir semester, perkuliahan bukan lagi menuhankan dosen untuk berceramah dihadapan mahasiswa dengan materi yang matang dan meyaqinkan seoalah kebal dari kritik dan tak mau disalahkan, bukan pula bertumpu pada lembaran makalah yang biasanya dipersentasikan atau sekedar dibaca oleh mahasiswa yang bertugas, layaknya anak PAUD ketika mengija huruf agar ia bisa membaca. Namun perkulihan kali ini adalah UAS nama panggilan dari ujian akhir semester.
Kalau UAS sudah tiba didepan mata, tidak bisa bermain petak umpet bersumbunyi dibalik lawan, karena kalau bersumbunyi dengan tidak masuk kuliah, akan tau sendiri akibatnya, seperti ujian susulan yang begitu rumit mencari waktu yang pas, ditambah berhadapan dengan dosen yang super sibuk, tentu mahasiswa akan mengalami kerepotan. Apalagi sampai tidak ikut ujian susulan, pasti nilai tidak akan keluar, kalau sudah begitu, kelar hidup lhoe..hahaha itulah konsekuensi bagi mereka yang tidak mengikuti UAS.
UAS bagaikan ilham yang turun dari langit yang dapat merubah keadaan, dari lelah menjadi kuat, dari tidak tau menjadi tau, dan dari malas menjadi semangat, bagaikan manusia yang telah kerasukan makhluq halus, akan berbuat yang tidak semestinya dilakukan dihari hari biasa, ini menurut orang berfaham mistis. Namun kalau menurut Filosof yang bernama Sigmund Freud, bukalah mistis, tetapi dalam diri manusia terdapat alam ketidak sadaran yang barangkali mempengaruhi manusia untuk bertindak.
Baik mistis maupun teori Sigmund Freud, ada benarnya jika melihat mahasiswa yang mendadak semangat belajar menjelang UAS, dalam hal mistis, entah kerasukan dari mana mahasiswa ini, tiba tiba begitu cepat bertranformasi, begitupun secara psikoanalisa Freud, ketidak sadaran manusia menggema dibenak mahasiswa, sehingga kalau ujian tidak belajar, ia akan sadar, tidak akan bisa menjawab apa yang telah dosen lontarkan melalui pertanyaan – pertanyaan. Kalaupun mengerti, tentu tidak begitu sempurna, barangkali itu petunjuk yang datangnya entah dari mana.
UAS memang dapat menyulap seperti bim salabim abra kadabra, curhat tentang pacar sesama rekan mahasiswa kini berubah mengenai tanya jawab tentang pertanyaan yang mau diajukan oleh dosen, lembaran makalah yang sebelumnya mengkerut dan terseok seok akibat ditaruh ditempat kotor dan sesak saling lipat dengan barang yang tidak penting, tiba – tiba menjelma menjadi barang temuan berharga yang tak ternilai harganya untuk dibaca, ditelah, dan direnung, agar apa yang dipelajari didalam isi makalah, memberi pertolongan untuk menjawab pertanyaan UAS
Mahasiswa tiba – tiba mendadak memiliki semangat belajar dari hari sebelumnya, pada dasarnya tujuan belajar adalah seseorang dapat mensuplai ilmu pengetahuan yang belum pernah ia dapat, atau mengulang materi yang sebelumnya telah dipelajari, agar pengetahuan masih membekas didada maupun di memori otak kita.
Kalau manusia sudah dilekati ilmu pengatahuan dalam dirinya, maka disanalah manusia dikatagorikan  sebagai manusia yang haus akan pengetahuan. Dengan ilmu hidup semakin mudah dan terarah. Sangat disayangkan apabila belajar apalagi belajarnya dadakan seperti yang dilakukan mahasiswa menjelang UAS saja, jika bertaut agar dapat menjawab pertanyaan dosen, apalagi hanya bertumpu agar meraih nilai yang tinggi bernama “A” dengan mengesampingkan nilai-nilai ilmu pengatahuan, maka disanalah kesasatan manusia yang terlalu memuja bungkus tetapi miskin substansi.
Oleh sebab itu, ayolah kita belajar tanpa ikatan dan alasan apapun seperti yang dilakukan mahasiswa mendadak belajar ini, dengan belajar agar kita semakin bodoh, karena dengan kebodohan ini, kita tidak akan puas atas ilmu yang kita raih, sehingga kita selalu mencari, menimba, dan berpetualang untuk menghilangkan sikap bodoh tetapi terlihat pintar. Semoga dengan ketidak puasan kita inilah akan pengtahuan, diangkat derajatnya oleh Allah melalui janji yang tertera dalam firmannya.
“Allah akan mengangkat orang – orang yang beriman diantara kalian dan orang – orang yang mencari ilmu”
Semarang, Kamis 28 Desemeber 2017
Di tanah rantau, ditulis ketika kampus berhamburan UAS dimana – mana.








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Genap Setahun Pengabdian

  Tepat 1 Februari 2022 lalu, saya memulai pengabdian di YIMA Islamic School setelah melewati rangkaian test dan prosedural sesuai ketetapan lembaga sebagaimana yang juga diberlakukan terhadap calon pegawai yang lain.   Bergabungnya saya di YIMA diperkarsai perintah salah satu orang yang perintah dan larangannya harus saya patuhi sehingga saya tidak berbuat banyak menanggapi hal tersebut. Padahal di waktu bersamaan saya menerima pemprosesan di salah satu tempat di Surabaya dan proses penerimaan di salah satu lembaga di Sidoarjo. Saya pun melewati rangkaian tahap demi tahap hingga sampai pada proses yang hampir mendekati final. Saya hanya berkesimpulan, di manapun insyallah jalan terbaik. Namun orang yang memerintah saya itu bersikukuh meminta saya untuk tinggal di Bondowoso setelah merantau selama hampir 12 tahun lamanya di kota orang, akhirnya YIMA yang saat ini saya berada di dalamnya menjadi pilihan. Dengan ridho seorang itu, akhirnya saya meyakinkan hati untuk memulai penge

Bagaimana Berkomunikasi ?

  Saya menganalisis dan mengutip beberapa bagian hasil pelatihan skill komunikasi tempo lalu yang saya coba kerucutkan menurut analisis saya sendiri, paling tidak dalam konteks yang secara pribadi saya alami sebagai makhluk sosial.   Sengaja saya mengawali tulisan ini dengan sebuah pertanyaan “Bagaimana Berkomunikasi?” Sebab dalam berkomunikasi dengan siapapun, kita akan berhadapan beragam hal, situasi, kondisi, lawan bicara yang beragam karakter, mood komunikan, bahasa, kultur, waktu, tempat atau hal kompleks yang lain, sehingga yang kita butuhkan adalah mode dan cara komunikasi apa yang sebaiknya diaplikasikan menghadapi kejadian apapun dengan siapapun.   Maka tidak ada yang baku dan permanen suatu mode komunikasi diterapkan pada kasus tertentu. Sehingga menurut saya, mode dan cara berkomunikasi belum tentu bisa diterapkan secara sama pada kejadian maupun kasus yang serupa, apalagi berbeda terhadap orang yang berbeda pula. Seperti halnya pancingan respond saya terhadap kelompok

MENJADI GURU

Sehari sebelum tanggal peringatan hari guru nasional 2023, beberapa siswa datang ke saya mengutarakan permohonannya untuk merayakan hari guru bersama guru di kelasnya masing-masing. Saya tidak bertanya banyak perayaan seperti apa yang direncakan anak berusia kelas SD tersebut untuk mengenang moment hari guru itu. Saya hanya menimpali pertanyaan kepada mereka. Kapan pelaksanaan hari guru itu? Spontanitas mereka menjawab, “25 November”. Jawabnya penuh semangat. Pertanyaan berikutnya kenapa ada perayaan hari guru? Jawaban mereka beragam, namun keberagaman itu masih satu keutuhan yang menggambarkan peran guru, paling tidak sesuai pengalaman siswa SD tersebut bersama gurunya . “Karena guru adalah yang mengajarkan ilmu” , "Karena guru yang mengajarkan al qur'an",   “Karena guru yang mendidik soal budi pekerti yang baik”, “ Karena guru mengajarkan untuk membiasakan membuang sampah pada tempatnya”. Kurang lebih begitu jawaban sederhana mereka secara beragam. Pertanyaan se