Rabu, 6 November 2019 diskusi pemikiran Filsafat Socrates |
Rabu sore seperti biasa kita kru magang Justisia kumpul di depan PKM untuk
menjelajahi pemikiran para filusuf yang telah memberikan sumbangsih besar
terhadap peradaban pengetahan. Filsafat Socrates menjadi tema yang kita
salami bersama pemikiranya setelah waktu sebelumnya kita membahas pemikiran
filusuf yang sangat menyoroti tentang Alam dan metafisika.
Sejak filsafat Socrates ia mulai membawa kita pada objek kajian filsafat ke
kajian tentang manusia dan dunia. Tapi sayang, Socrates tidak meninggalkan
karya utuh yang ditulis langsung olehnya. Muridnya bernama Plato berhasil
menampung sebagian buih pemikiran gurunya, sehingga sampai sekarang
pemikiran filsafat Socrates menginspirasi dan dijadikan refrensi oleh
filusuf generasi setelahnya.
Kehidupan Socrates kira-kira 479-399 SM di Athena. Di sana ia sempat
menyaksikan keruntuhan Athena oleh orang-orang oligarki dan demokratis.
Banyak ajaran filsafat yang diwariskan Socrates yang ditulis oleh muridnya,
Plato.
Berhubung Socrates tidak meninggalkan karya selama hidupnya, akhirnya
sebagian besar gagasanya terbawa mati bersamaan dengan kematianya. Salah
satu gagasan Socrates yaitu tentang kebenaran umum atau objektif. Lawan
dari kebenaran relatif seperti halnya yang dikoarkan oleh kaum Sofis. Kaum
Sofis menyatakan bahwa kebenaran bersifat relatif. Tergantung siapa yang berkata.
Tapi tidak dengan Socrates yang manantang pendapat Kaum Sofis
[1]
. Menurut Socrates terdapat kebenaran umum atau objektif yang disepakati
semua orang bahwa objek sesuatu tersebut begitulah kebenaranya. Antara satu
orang dengan lainya menyatakan bahwa sesuatu itu bersifat benar.
Metode yang digunakan Socrates untuk memperoleh kebenaran yaitu dengan cara
dialektika. Dalam Bahasa Yunani disebut dialagethai, bermakna
bercakap-cakap. Banyak filusuf selain Socrates yang juga menggunakan metode
dialektika. Seperti Hegel. Pemikir berkebangsaan German.
Seperti dikatakan di atas. Pendapat Socrates mengenai kebenaran objektif
atau umum sebagai bentuk perlawanan terhadap gagasan Kaum Sofis yang
menyatakan bahwa kebenaran bersifat relatif. Socrates memang mengamini apa
yang dikatakan oleh Kaum Sofis. Akan tetapi tidak semua kebenaran bersifat
relatif. Ada kebenaran umum yang dipegang oleh semua orang dalam memandang
objek sesuatu untuk diuji kebanaranya.
Logika Socrates untuk mengungkap kebanaran umum/objektif ia berangkat dari
contoh konkrit untuk mengasilkan kesimpulan yang umum (dari khusus ke
umum). Dari metode khusus ke umum itu menghasilkan apa yang dimaksud
definisi.
Dalam membahas kebenaran Objektif milik Socrates, Profesor Ahmad Tafsir di
dalam bukunya mencontohkan tentang kursi. Dalam diskusi Rabu kemarin,
metode Socrates tentang dialektika saya gunakan. Yaitu
bercakap-cakap/dialektka untuk meminta pendapat kepada teman Kru magang
satu persatu yang hadir untuk mendefinisikan apa itu kursi. Masing-masing
dari mereka pun menjawab sesuai pengamatanya masing-masing mengenai kursi,
baik dari Maulana, Arul, Emil, Nilzam, Syafrina, Fajri, Ike, Pupu,
Sholihah, Plur, Musyaffak dan Salsa.
Jawaban merekapun bervariasi. Ada yang menjawab bahwa pertama,
kursi adalah tempat duduk, kedua, mempunyai sandaran,ketiga, mempunyai kaki, keempat, terbuat dari kayu,kelima berbentuk lingkaran, keenam diduduki saat santai, ketujuh tertata di kantor. Lantas apakah pendapat mereka salah ?
tentu tidak. Pendapat mereka benar tapi secara subjektifitas/relatif
(sesuai pendapat mereka masing-masing)
Sementara kata Socrates kebenaran adalah ada yang bersifat objektif. Mari
kita tarik kesimpulan ke kebenaran objektif seperti pendapat Socrates. Agar
definisi kursi bisa disepakati oleh semua orang bahwa kursi adalah adalah
begini dan begitu. Untuk mengujinya dicarilah hipotesis pertama.
·1. Apakah kursi merupakan tempat duduk ?
Tentu kursi merupakan tempat duduk. Orang dipastikan sepakat bahwa pada
dasarnya kursi adalah tempat duduk. Masalah digunakan tempat rebahan, dll
sebuah penyalahan dari fungsi daripada kursi itu sendiri.
2. Apakah kursi mempunyai sandaran ?
Belum tentu. Sebab banyak kursi yang tidak ada sandaranya. (mungkin sengaja
tidak didesain tanpa sandaran agar engkau cukup bersandar di bahuku wkwkwk)
3. Apakah kursi mempunyai kaki ?
Tentu punya kaki. Kalau tanpa kaki namanya bukan kursi tapi Kasur. Masalah
kakinya ada berapa itu sudah masuk di ranah kebenaran relatif.
4. Apakah kursi terbuat dari kayu ?
Jelas tidak. Banyak kursi diciptakan terbuat dari bahan besi, olimpik dll
selain kayu.
5. Apakah kursi berbentuk lingkaran ?
Sangat tidak. Buktinya banyak kursi yang berbentuk persegi panjang, oval,
love, dan lain-lain.
6. Apakah kursi digunakan saat santai ?
Jelas tidak. Kepala pusing dan mumet saja kita bisa duduk di kursi. Tanpa
menunggu santai.
7. Apakah kursi tertata di kantor ?
Sangat tidak. Kursi tidak saja di kantor, di tempat manapun bisa dijumpai
kursi.
Setelah kita mengambil hipotesis tentang kursi, kesimpulan umumnya yang
benar adalah bahwa kursi adalah tempat duduk yang mempunyai kaki. Inilah
definisi kursi. Orang akan sepakat tentang kebenaran objektif tentang kursi
itu apa? Berkenaan dengan jumlah kaki, bahan, desain dan sebagainya adalah
kebenaran relatif.
Artinya, tidak semua kebenaran itu relatif seperti yang dikatakan Kaum
Sofis. Ada kebenaran umum yang disepakati semua orang kata Socrates. Sama
halnya yang dipersangkakan banyak mengenai tampan dan cantik adalah
relatif. Sebetulnya kalau meminjam teori Socrates tidak semuanya tampan dan
cantik itu dibilang relatif. Ada kebenaran objektif untuk mendefinisikan
apa itu tampan dan apa itu cantik. Sebentar pembahasanya kok merembet
kesini…hmmmm
Perumpamaan kursi bisa dicontohkan pada objek lain. semitsal apa itu
handphone? Apa itu laptop ? apa itu Justisia ? dan apa itu hukum kalau kita
sebagai mahasiswa hukum ? definisi mengenai hukum sampai sejauh ini belum
ada kesepakatan mutlak untuk mendefinisikan apa itu hukum. Setiap ahli dan
pemikir mempunyai pendapat sendiri dalam memaknai arti hukum. Tetapi kalau
kita pakai metode Socrates kita akan bisa mengartikan hukum secara objektif
yang disepakati semua orang. Silahkan diimajinasikan dan dialektika dengan
teman teman yang lain..!
Dalam buku Ahmad Tafsir bab pemikiran Socrates. Socrates ingin mengetahui
tentang kuatamaan. Ada banyak orang yang mempunyai keahlian tertentu yang
dianggap masing-masing mempunyai keutamaan. Karena itulah Socrates kepada
semua orang diajaknya dialektika untuk menjawab apa itu keuatamaan. Ia
Bertanya pada tukang besa apa keuatamaan bagi mereka.
Ia Bertanya pada negarawan dengan pertanyaan yang sama, begitupun kepada
hakim, pedagang, filusuf dan sebagainya. Jelas mereka mendefiniskan
keutamaan tidak sama satu sama lain. pendapat mereka sesuai mereka sebagai
siapa sehingga definisi tentang keutamaan pun berbeda. tetapi ada ciri-ciri
umum yang sama diutarakan mereka mengenai apa itu keutamaan. Itulah yang
kemudian muncul definisi keutamaan secara objektif.
Pelajaran dari Socrates
1. Socrates mengajarkan kita untuk belajar kepada siapapun tentang apapun
dan di manapun. Buktinya pendapat semua orang yang bertemu denganya ia
hargai, ambil, dan diuji. Tanpa memandang kelas sosial, usia, agama dan
lain-lain.
2. Mengajarkan kita berfikir kritis yaitu dengan cara tidak menerima secara
membabi buta terhadap persoalan.
3. Socrates mengajarkan kebijaknaan dalam bersikap.
4. Meski Socrates tidak menelurkan karya, tetapi Muridnya Plato
berkesempatan menulis segala pemikiranya. Sehingga nama Socrates dan
pemikiranya terabadikan sampai abad sekarang. Jika hidup kita ingin abadi,
maka berkaryalalah, nulislah, karena menulis adalah kerja untuk keabadian.
Kata Pramoedya Ananta Toer
Teman-teman sudah baca dan nulis apa sekarang?
*Sependek pengetahuan tentang Socrates menurut buku dan refrensi yang saya baca. Di diskusi ini saya sebatas ban serep.
Senin, 11 November 2019
Di tanah kelahiran.
[1]
Kaum Sofis adalah sekelompok orang yang hidup sezaman dengan
Socrates. Ia beranggapan bahwa kebenaran adalah relatif. Tergantung
saya atau kita. Termasuk golongan Kaum Sofis adalah Protagoras dari
Abdera, Xiiades dari Korintus, Gorgias dari Leontinoi, Lycophron
Prodikos dari Keos, Thrasymakos dari Chalcedon, Hippias dari Elis
da Anthipon dan Kritias dari Athena. (sumber: ensiklopedia )
Komentar
Posting Komentar