Langsung ke konten utama

Tentang Fida Yang Rela Bolos Kuliah Demi Presentasi Diskusi Justisia


Kru magang waktu workshop lapangan di gendung songo tahun lalu
Saya mengenal Fida semenjak ia bergabung di LPM Justisia 2018 kemarin. Lembaga yang bergiat di dunia Jurnalistik di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang. Ada beberapa aktivitas yang telah menjadi rutinitas teman – teman di organisasi ini. Liputan, Menulis, Membaca, Membuat konten, dan tidak malas menghadiri diskusi. Kebiasaan ini menjadi keharusan yang acapkali didoktrinkan para pendahulu kami.

Karena hidup adalah pilihan, memilih bergabung di Justisia konsekuensinya pun tidak lepas dari apa yang menjadi visi-misi Justisia sendiri. Mendengar petuah pak Tedi, di Organisasi jangan mengharap buahnya, buah akan tumbuh sendiri seiring kita berada dan berjuang di dalamnya.

Kembali tentang Fida. Mahasiswa yang semester satu kemarin pernah duduk di bangku Ilmu Falak. Fida pernah bolos kuliah hanya karena mendapati tugas menjadi presentator diskusi filsafat yang digelar di halaman PKM Fakultas Syariah dan Hukum setiap Senin dan Kamis. halaman PKM bukan sekedar tempat parkir motor semata, di sana juga teman-teman memanfaatkan sebagai panggung dialektika saling berbagi ide, gagasan, dan pengetahuan melalui tradisi diskusi.

Saya lupa tema apa bagian Fida waktu itu yang hendak dipresentasikan. Di sela-sela menunggu yang lain datang, saya ngobrol dan tanya padanya, gag ada jam kuliah Da? hehe, libur dulu kak, sekali –kali. Jawab Fida sambil ketawa sembari mengeluarkan catatan yang mungkin sudah dipelajari sebelumnya.

Kehadiran Fida untuk menyampaikan materi filsafat yang akan didiskusikan cukup mempresentasikan dirinya kalau ia salah satu orang yang merasa bertanggungjawab untuk diclearkan walaupun harus dihadapkan dengan situasi dilematis, antara hadir kuliah dengarkan teman persentasi eh lebih tepatnya dengarkan mahasiswa membaca makalah denk, atau hadir diskusi Justisia yang kebetulan bagian dia mempresentasikanya. (Tentu di Justisia tidak pernah memaksakan kehendak orang, kalau waktu kuliah silahkan, kita sarankan masuk kelas).

Tiga kesempatan tidak hadir yang diberikan kampus, Fida gunakan betul waktu tersebut. Mungkin kalau saya baca fikiran Fida dalam benaknya dia bergumam “asalkan bolosku di kampus tidak berarti membuang waktu secara cuma-cuma, dalam arti menggunakanya untuk menyerap atau berbagi pengetahuan di luar kelas. Memang pengetahuan itu tersebar di segala lini, mengalir dari sumber manapun, bahkan bisa datang dari arah mana saja. Tinggal kita saja mau meraihnya ataukah tidak. Lagi-lagi karena hidup adalah soal pilihan.

Perempuan yang biasa bertugas membendaharai kalau ada iuran angkatannya seperti buat kaos ataupun iuran lain, sejak semester dua kemarin, Fida tidak lagi kulihat perawakanya di kampus lebih –lebih di diskusi Justisia. Terakhir saya jumpa denganya waktu Justisia menggelar sekolah Islamic Studies yang sengaja diperuntukkan buat cru magang dalam setahun sekali. Acara itu dilaksanakan di gedung M saat mahasiswa lain lebih dulu menikamati hari libur. Dan Fida hadir di dalamnya.

Setelah saya hubungin dia atau tanya-tanya ke teman 18 tentang keberadaanya, kabarnya Fida berhenti. Kabar validnya setelah saya jalin komunikasi denganya, ia memutuskan pindah ke kampus lain yang ia harapkan dan perjuangkan saat ini. Beberapa waktu kemudian, komunikasi dengan Fida pun mulai jarang. Dan Kamis kemarin (11/07/2019), saya baca status dia yang sedang berada di Ngaliyan. Kemudian saya komentar dan tanya-tanya kabarnya saat ini.

Tentang Fida saya jadi ingat, kalau ia perempuan yang tidak menyukai soal hukum ini, rela pernah bolos kuliah, hanya karena memenuhi tanggungjawab mempresentasikan materi untuk didiskusikan bersama teman teman di Justisia. Teruntuk Fida, semoga keterima di kampus yang kamu impikan. Dan Semoga berhasil.
Puri Banjaran, Jumat 12 Juli 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Genap Setahun Pengabdian

  Tepat 1 Februari 2022 lalu, saya memulai pengabdian di YIMA Islamic School setelah melewati rangkaian test dan prosedural sesuai ketetapan lembaga sebagaimana yang juga diberlakukan terhadap calon pegawai yang lain.   Bergabungnya saya di YIMA diperkarsai perintah salah satu orang yang perintah dan larangannya harus saya patuhi sehingga saya tidak berbuat banyak menanggapi hal tersebut. Padahal di waktu bersamaan saya menerima pemprosesan di salah satu tempat di Surabaya dan proses penerimaan di salah satu lembaga di Sidoarjo. Saya pun melewati rangkaian tahap demi tahap hingga sampai pada proses yang hampir mendekati final. Saya hanya berkesimpulan, di manapun insyallah jalan terbaik. Namun orang yang memerintah saya itu bersikukuh meminta saya untuk tinggal di Bondowoso setelah merantau selama hampir 12 tahun lamanya di kota orang, akhirnya YIMA yang saat ini saya berada di dalamnya menjadi pilihan. Dengan ridho seorang itu, akhirnya saya meyakinkan hati untuk memulai penge

Bagaimana Berkomunikasi ?

  Saya menganalisis dan mengutip beberapa bagian hasil pelatihan skill komunikasi tempo lalu yang saya coba kerucutkan menurut analisis saya sendiri, paling tidak dalam konteks yang secara pribadi saya alami sebagai makhluk sosial.   Sengaja saya mengawali tulisan ini dengan sebuah pertanyaan “Bagaimana Berkomunikasi?” Sebab dalam berkomunikasi dengan siapapun, kita akan berhadapan beragam hal, situasi, kondisi, lawan bicara yang beragam karakter, mood komunikan, bahasa, kultur, waktu, tempat atau hal kompleks yang lain, sehingga yang kita butuhkan adalah mode dan cara komunikasi apa yang sebaiknya diaplikasikan menghadapi kejadian apapun dengan siapapun.   Maka tidak ada yang baku dan permanen suatu mode komunikasi diterapkan pada kasus tertentu. Sehingga menurut saya, mode dan cara berkomunikasi belum tentu bisa diterapkan secara sama pada kejadian maupun kasus yang serupa, apalagi berbeda terhadap orang yang berbeda pula. Seperti halnya pancingan respond saya terhadap kelompok

MENJADI GURU

Sehari sebelum tanggal peringatan hari guru nasional 2023, beberapa siswa datang ke saya mengutarakan permohonannya untuk merayakan hari guru bersama guru di kelasnya masing-masing. Saya tidak bertanya banyak perayaan seperti apa yang direncakan anak berusia kelas SD tersebut untuk mengenang moment hari guru itu. Saya hanya menimpali pertanyaan kepada mereka. Kapan pelaksanaan hari guru itu? Spontanitas mereka menjawab, “25 November”. Jawabnya penuh semangat. Pertanyaan berikutnya kenapa ada perayaan hari guru? Jawaban mereka beragam, namun keberagaman itu masih satu keutuhan yang menggambarkan peran guru, paling tidak sesuai pengalaman siswa SD tersebut bersama gurunya . “Karena guru adalah yang mengajarkan ilmu” , "Karena guru yang mengajarkan al qur'an",   “Karena guru yang mendidik soal budi pekerti yang baik”, “ Karena guru mengajarkan untuk membiasakan membuang sampah pada tempatnya”. Kurang lebih begitu jawaban sederhana mereka secara beragam. Pertanyaan se