Sebelum Pulang Dari Pulau Panjang |
Setalah tiga jam melewati perjalanan dari Ngaliyan, akhirnya tiba juga di
Pantai Kartini yang terletak di kabupaten Jepara. Namun tujuan kita bukan
ke pantai Kartininya tapi ke Pulau Panjang yang berada di tengah laut
setelah nyebrang dari Pantai Kartini. Supaya sampai kesana, kita harus
menumpangi kapal untuk mengangkut kita dan barang bawaan, Seperti tenda dan
segala tetek bengeknya.
Matahari sudah hampir tenggelam, langit yang mulanya cerah semakin malam
berubah agak kemerah-merahan karena bias dari pancaran sinar matahari yang
hendak menjemput bulan untuk bergantian menyinari alam semesta. Angin
bertiup kencang membuat tubuhku dingin, untungnya saya bawa Jaket, jadi
cukup dijadikan penghangat dari tiupan angin yang menerjang.
Tepat menjelang Magrib, Saya, dan teman – teman kru magang Justisia yang
menamai angkatanya Mafia Aksara, Faiz, Rusda, Sadad, Riski, Sasa, Nosy,
Sonia, Yusuf, Andre, Ayu, dan Simpatisan Justisia yaitu Neli. Kita
bersiap – siap menuju Dermaga untuk naik
kapal menuju tujuan akhir Pulau Panjang. Dari Pantai Kartini ke Pulau
Panjang, jaraknya tidak begitu jauh. Kira- kira setengah jam sudah bisa
dilalui.
Sesampai di tengah laut, suasana mulai agak malam, mega merah pun
perlahan-lahan redup tidak ada sinar yang menerangi perjalanan kita,
kecuali sinar lampu yang terletak di atap kapal. Air laut yang semula
kebiru-biruan nampak tak terlihat warnanya karena diselimuti oleh pekatnya
malam.
Meski bukan pertama kali saya naik kapal, tapi setiap berada di atasnya dan
menyebrangi lautan ada rasa ketakjuban luar biasa menjalar dalam diri ini.
entahlah, Alam setelah kutadabburi telah berhasil memantapkanku bahwa Tuhan
pencipta segala apa yang ada di dunia ternyata benar adanya.
Saya kebetulan duduk di kursi paling pinggir, menyaksikan gelombang ombak
berkejaran satu sama lain membuat kapal yang kita tumpangi bergoyang
–goyang sampai air laut bercipratan melompat ke dalam kapal dan mengenai
baju sebagian teman –teman kami. Membayangkan seorang nelayan dan nahkoda
kapal bukan main resikonya, ada nyawa yang mereka pertaruhkan dalam mencari
nafkah demi memenuhi kebutuhan anak – istrinya.
Kurang lebih setengah jam, akhirnya kapal no 14 yang kita tumpangi, tiba
juga di tujuan akhir Pulau Panjang. Sesampainya di sana, kita cari tempat
yang nyaman buat mendirikan tenda, tentu yang tidak jauh dari pantai.
Setelah dapat, tenda pun didirikan. Beruntung ada Nosy dan Riski, mereka
cukup berpengalaman mendirikan tenda. Sementara yang lainya menerangi
dengan lampu yang ada di ponsel mereka masing-masing dan sebagian lainya
membantu Nosy dan Riski yang berjuang mendirikan tenda. Tenda yang kita
dirikan ada 3, 2 buat laki-laki, sementara sisanya perempuan. Kebetulan
perempuan yang ikut Cuma 4 orang, jadi tenda 1 cukup walaupun harus saling
bersesakan satu sama lain.
Setelah tiga tenda didirikan, agenda selanjutnya bakar-bakar Jagung, Sosis,
dan Pentol yang sudah dibeli oleh Ayu dan Sonia di Pasar Ngaliyan sebelum
berangkat. Suasana semakin malam, gelombang air laut yang tambah besar
menambah keramaian tersendiri mengiringi kebersamaan kami. Teman-teman
sudah mulai bagi-bagi tugas, yang cewe seperti Ayu, Sasa, Sonia, dan Neli
mengiris sosis, pentol, jagung dan meracik bumbu yang sedap buat hidangan
makan malam di pinggir pantai.
Saya, Riski, Yusuf, dan Rusda bagian bertugas cari kayu bakar . Cari bakar
di daerah setempat tidak rumit dan tidak begitu jauh tempatnya, karena
memang banyak kayu yang sudah terpotong-potong dan tidak dimanfaatkan di
sekitar Pulau Panjang. Sementara Faiz, Nosy, Andre dan Sadad bertugas
menggali lubang buat tempat bakar-bakar. Kemudian setelah semuanya beres,
kita menikmati bersama makanan yang sudah dibakarnya.
Tidak terasa putaran waktu begitu cepat, di atas jam 12 malam sebagian
teman kami sudah masuk tenda mungkin karena tidak kuat menahan rasa kantuk
atau dinginya angin yang semakin malam tiupanya semakin kencang. Hanya
menyisakan Yusuf, Rusda, Faiz, Andre, dan saya yang ngobrol di pinggir
pantai sembari menikmati kopi Torabika yang dibuat si Andre.
Setelah cukup lama ngobrol, suasana di pinggir pantai, bertambah semakin
dingin. Hingga akhirnya kita menyusul mereka yag lebih dulu masuk tenda.
Faiz terakhiran, mungkin karena dia terbiasa tidur malam dan badanya yang
cukup memmel, tidak membuatnya dingin walaupun berbaring di depan tenda
seorang diri.
Waktu menunjukkan pukul 05.00, waktunya sholat subuh, teman-teman bangun
dan bergantian sholat di Mushollah dekat makam yang dikeramatkan di sana,
sementara sebagian lainya jaga tenda demi keamanan barang-barang yang telah
dibawanya. Awal matahari terbit, teman –teman mandi dan bermain di pantai
sambil berswap foto biar ada kenangan kita ke pulau panjang . Karena selain
karya yang membuat hidup manusia kekal di dunia, juga gambar yang perlu
diabadikan. Tepat pukul 09.00 teman teman mulai berkemas, segera siap-siap
kembali ke Ngaliyan.
Sebenarnya liburan kemarin rencana awalnya naik gunung entah gunung Prau di
Wonosobo atau Andong di Magelang. Melihat cuaca begitu dingin di bulan ini
kata penjelasan Ayu dalam Tulisannya bisa mengakibatkan sakit hiportemia.
Ayu cukup faham pembacaan tentang cuaca, konsen di Jurusan Ilmu Falak
membuat dia bisa meraba-raba kondisi yang terjadi sekarang ini.
Setelah baca penjelasanya, ada kegamangan antara muncak atau cari
alternative lain, namun pada intinya kita masih bisa berliburan meski tidak
ke gunung dulu sementara waktu. Ditambah dengan peristiwa meninggalnya
Thorik, pendaki yang meninggal saat naik gunung di Bondowoso beberapa hari
lalu, fikiran semakin mantap menggagalkan dulu sementara waktu berlibur ke
gunung.
Akhirnya berdasarkan kesepakatan bersama kita putuskan hari Sabtu, 07 Juli
2019, berlibur ke Pulau Panjang Jepara. Bermalam di sana sembari
bakar-bakar menemani malam-malam di tengah ramainya ombak.
Liburan kemarin sengaja saya abadikan dalam sebuah cerita singkat ini,
kelak suatu saat nanti ketika saya dimintai cerita seputar perjalanan
hidupku di Jawa Tengah, ada sesuatu yang bisa kubagikan kepada orang rumah
yang melulu bukan hanya soal pendidikan, tapi soal sosial yang harmoni,
budaya yang kental, wisata yang menakjubkan, dan hubungan kekelurgaan yang
saling memberi semangat satu sama lain.
Puri Banjaran, 09 Juli 2019
Komentar
Posting Komentar