Langsung ke konten utama

Semarang Hebat Atau Semarang Laknat ?

(Anak-anak kecil di Tambakrejo saat menyaksikan rumah mereka yang rata dengan tanah karena digusur pada Kamis 09 Mei)
Semarang hebat slogan yang selalu digembor-gemborkan oleh pemerintah kota Semarang kepada khalayak publik entah melalui papan nama yang terpampang di jalanan, ataupun dikemas seindah mungkin lewat media massa. Slogan tersebut dikonotasikan kepada Walikota Semarang sendiri, saat mulai kampanye dulu hingga menjalani pemerintahan pada saat sekarang ini.

slogan Semarang Hebat seolah menunjukkan kepada publik, bahwa pemerintahan kota Semarang mampu berbuat terbaik kepada masyarakat khususnya yang tinggal di kota Semarang. Karena memang pemerintahan dibentuk tidak ada tujuan lain selain untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Inilah sebenarnya esensi dari terbentuknya suatu pemerintahan.

Buat apa ada pemerintah kalau pada kenyataanya berbanding terbalik dengan apa yang menjadi seharusnya. Terciptanya suatu pemerintahan termasuk pemerintah kota Semarang adalah bentuk representasi dari masyarakat Kota Semarang. Kebijakan yang dikeluarkan tidak boleh melenceng dari kepentingan orang banyak, apalagi sampai melakukan penggusuran pada rumah warga seperti yang kemarin dirasakan warga Tambakrejo di lokasi pesisir kota Semarang dengan dalih demi kepentingan umum.

Dalih kepentingan umum yang bagaimana dan seperti apa yang dimaksud oleh pemerintahan setempat itu? hingga melakukan penggusuran yang menyayat hati masyarakat yang tinggal di tempat tersebut. Tidak bisa dengan alasan demi kepentingan umum, tapi mengorbankan kepentingan umum pula. Penggusuran paksa yang digencarkan oleh Satpol PP Kota Semarang terhadap rumah warga sungguh membuat hati warga setempat terluka.

Bagaimana tidak, mereka harus mengemban pilu yag begitu mendalam, rumah mereka diratakan dengan tanah, anak mereka yang baru datang dari sekolah merasakan trauma begitu menghenyak batinya karena melihat kedua orang tua mereka berurai air mata karena rumah yang ditinggalinya harus segera dimusnahkan dengan dalih demi kepentingan umum.

Melihat situasi sedemikian hati siapa yang tidak tersakiti, jika rumah yang dijadikan tempat berteduh digusur paksa oleh Satpol PP untuk memenuhi tugas pemerintahan dalam hal ini pemerintah kota Semarang. Tidak hanya rumah, merekapun kehilangan mata pencaharianya sebagai nelayan.

Mari kita kembali pada slogan Kota Semarang yaitu Semarang Hebat. Apa hebat yang dimaksudkan oleh pemerintahan itu? Menggusur dan berbuat sewenang-wenang pada warganya bukanlah cerminan dari kehabatan pemerintah. Menggusur rumah tinggal mereka secara tidak langsung mengusir mereka dari tanah airnya, dan mengusir mereka adalah bagian dari penindasan keji, mungkar, dan kejam yang dilakukan oleh pemerintahanya sendiri.

sungguh ironis, betapa kejamnya negara, betapa sadisnya pemerintahan itu. mengamati pristiwa penggusuran kemarin yang dilakukan satpol PP, slogan Semarang hebat yang merupakan bentuk manifestasi pemerintahan di tangan Hendrar Prihadi, Walikota Semarang saat ini, patut hal itu segera dihilangkan dibenak kita, kita harus menghapuskan segera kata – kata manis yang diklaim sendiri oleh penguasa.

Tindakan penggusuran dan tindakan represif terhadap warga Tambakrejo sungguh bukan cerminan dari pemerintahan hebat, tapi pemerintahan laknat yang telah melakukan penindasan pada masyarakat dengan dalih demi kepentingan umum.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Genap Setahun Pengabdian

  Tepat 1 Februari 2022 lalu, saya memulai pengabdian di YIMA Islamic School setelah melewati rangkaian test dan prosedural sesuai ketetapan lembaga sebagaimana yang juga diberlakukan terhadap calon pegawai yang lain.   Bergabungnya saya di YIMA diperkarsai perintah salah satu orang yang perintah dan larangannya harus saya patuhi sehingga saya tidak berbuat banyak menanggapi hal tersebut. Padahal di waktu bersamaan saya menerima pemprosesan di salah satu tempat di Surabaya dan proses penerimaan di salah satu lembaga di Sidoarjo. Saya pun melewati rangkaian tahap demi tahap hingga sampai pada proses yang hampir mendekati final. Saya hanya berkesimpulan, di manapun insyallah jalan terbaik. Namun orang yang memerintah saya itu bersikukuh meminta saya untuk tinggal di Bondowoso setelah merantau selama hampir 12 tahun lamanya di kota orang, akhirnya YIMA yang saat ini saya berada di dalamnya menjadi pilihan. Dengan ridho seorang itu, akhirnya saya meyakinkan hati untuk memulai penge

Bagaimana Berkomunikasi ?

  Saya menganalisis dan mengutip beberapa bagian hasil pelatihan skill komunikasi tempo lalu yang saya coba kerucutkan menurut analisis saya sendiri, paling tidak dalam konteks yang secara pribadi saya alami sebagai makhluk sosial.   Sengaja saya mengawali tulisan ini dengan sebuah pertanyaan “Bagaimana Berkomunikasi?” Sebab dalam berkomunikasi dengan siapapun, kita akan berhadapan beragam hal, situasi, kondisi, lawan bicara yang beragam karakter, mood komunikan, bahasa, kultur, waktu, tempat atau hal kompleks yang lain, sehingga yang kita butuhkan adalah mode dan cara komunikasi apa yang sebaiknya diaplikasikan menghadapi kejadian apapun dengan siapapun.   Maka tidak ada yang baku dan permanen suatu mode komunikasi diterapkan pada kasus tertentu. Sehingga menurut saya, mode dan cara berkomunikasi belum tentu bisa diterapkan secara sama pada kejadian maupun kasus yang serupa, apalagi berbeda terhadap orang yang berbeda pula. Seperti halnya pancingan respond saya terhadap kelompok

MENJADI GURU

Sehari sebelum tanggal peringatan hari guru nasional 2023, beberapa siswa datang ke saya mengutarakan permohonannya untuk merayakan hari guru bersama guru di kelasnya masing-masing. Saya tidak bertanya banyak perayaan seperti apa yang direncakan anak berusia kelas SD tersebut untuk mengenang moment hari guru itu. Saya hanya menimpali pertanyaan kepada mereka. Kapan pelaksanaan hari guru itu? Spontanitas mereka menjawab, “25 November”. Jawabnya penuh semangat. Pertanyaan berikutnya kenapa ada perayaan hari guru? Jawaban mereka beragam, namun keberagaman itu masih satu keutuhan yang menggambarkan peran guru, paling tidak sesuai pengalaman siswa SD tersebut bersama gurunya . “Karena guru adalah yang mengajarkan ilmu” , "Karena guru yang mengajarkan al qur'an",   “Karena guru yang mendidik soal budi pekerti yang baik”, “ Karena guru mengajarkan untuk membiasakan membuang sampah pada tempatnya”. Kurang lebih begitu jawaban sederhana mereka secara beragam. Pertanyaan se