Tentang Nurul Yang Dicoret Jadi Kandidat OSIS Dan Sekarang Terpilih Jadi Ketua Komisariat PMII IAIN Jember
Setiap kali nostalgia tentang pesantren pasti ingat tentang segala kenangan
yang pernah terbekas di dalamnya. Mulai dari urusan kecil sampai urusan
besar. Maklum, pesantren adalah rumah keduaku setelah kampung halaman.
Saya sengaja menyebutnya rumah, karena di tempat itulah saya tidak hanya
merasa belajar dan mencari ilmu semata, berbagai pelajaran tentang
kehidupan banyak kupetik di penjara suci tersebut. Salah satu ingatanku
cerita di pesantren yang kutinggali yaitu soal hidupnya kembali organisasi
daerah bernama Aliansi Santri Bondowoso. Selanjutnya disebut ALSAB.
Di pesantren, santri datang dari berbagai wilayah dari kota sampai ke
pelosok desa. Agar memudahkan komunikasi dan ikatan persaudaraan sesama
santri daerah asalnya, terbentuklah berbagai organisasi atas nama daerahnya
masing-masing. Santri asal Bondowoso sendiri dinamai ALSAB. Terciptanya
organisasi itu saya tidak mengerti kapan waktunya, yang jelas inisiatornya
adalah santri seneor.
Sejak baru-barunya di pesantren, saya berusaha ikut kumpul dan menghadiri
acara yang diselenggarakan ALSAB. Biasanya acara dilangsungkan setiap
liburan pesantren. Liburan maulid nabi dan puasa Ramadhan. Bulan Maulid
nabi acaranya bernama SAHABI (safari hari perayaan kelahiran nabi)
sementara Ramadhan, acara buka bersama sekaligus memperingati houl nyai
Hajjah Himami Hafshawati yang wafat pada 10 Ramadhan.
Sayangnya acara yang biasa diselenggarakan organisasi daerah, dinyatakan
fakum. Persisnya pada saat saya kelas 2 mts menuju kelas 3. Alasan
divakumkan kegiatan tersebut karena pada saat acara itu, dijadikan ajang
pertemuan antara santriwan dan santriwati. Akhirnya semua organisasi daerah
dilarang mengadakan acara apapun bentuknya. Pada waktu itulah kegiatan yang
sudah menjadi rutinitas setiap liburan perlahan-lahan ditinggalkan.
Pada saat kelas XI MA, fikiran untuk menghidupkan kembali acara yang sempat vakum beberapa tahun lalu muncul di benak. Saya dan Nurul pun bimbang
apakah perlu menghidupkan kembali acara organisasi itu ? atau membiarkan
saja. Pertimbangan pun muncul, kalau tidak mengadakan acara-acara dan
membiarkan vakum, pasti silaturrahim sesama santri asal Bondowoso
perlahan-lahan memudar, tidak diketahui jejaknya. Sesama alumni pun besar kemungkinan sulit menjalin hubungan sesama santri.
Seandainya tetap berusaha diselenggarakan tentu pertimbanganya berat.
Apalagi yang melarang adalah sohibul bait sendiri. Berat gaes.
Cerita bersama Nurul inilah yang sebenarnya ingin saya ungkap di catatan
ini. Cerita tentang menghidupkan kembali orda adalah sekelumit kisah
pengalaman saya bersama atau tentang Nurul. Alumni UIN Syarif Hidayatullah
ini terbilang sangat dekat menjalin hubungan pertemanan dengan saya. Mulai
dari Mts sampai MA selalu satu kelas. Dan sekamar saat MA nya.
Semisal kalau kamu ingin tahu tentangku soal apapun itu termasuk soal
jalinan asmara di pesantren, tanyalah padanya. Ceritanya cukup mewakili
atas apa yang pernah kualami. Kecuali kalau dia membuat-buat dan
melebih-lebihkan.hahaha. Sudah kita lupakan soal asmara wkwkwk.
Kembali ke cerita
tentang Nurul, maaf nama ini sudah tidak familiar lagi kalau saudara pergi
ke daerah Tapal Kuda khususnya kawasan Bondowoso-Jember. Ia mengakrabkan
dirinya dengan panggilan Alunk.
Cerita pertama, tentang menghidupkan kembali organisasi daerah bernama
ALSAB yang sudah dikatakan di atas. Saya berunding denganya antara
menghidupkan kembali atau tidak. Setelah berunding cukup serius akhirnya
saya dan Nurul sepakat agar acara yang semula vakum untuk dihidupkan
kembali dengan syarat mewajibkan kepada santri putri yang hendak hadir di
acara entah SAHABI atau Buka Bersama disertai atau dihantar oleh walinya.
Keterangan ini tertera di surat undangan yang kami buat.
Pertama, rundingan ini memang sengaja diobrolkan secara sepihak antara saya
dan Nurul. Baru setelah diketahui benang merahnya atau mentahanya, hasil
rundingan itu dimuswarahkan lagi dalam sebuah forum bersama beberapa santri
asal Bondowoso di masing-masing lembaga pendidikan di pesantren. Semitsal
tidak disepakati, bisa diberi solusi atau masukan.
Tapi saat itu forum sepakat untuk mengadakan acara seperti sedia kala
dengan alasan dan syarat yang sudah dirundingkan di balik layar. Biar saya
punya ruang agak aman, saya rayu dia untuk menjadi ketua. Sebelumnya dia
juga enggan menjadi ketua. Karena situasi saat itu merupakan konsekuensi
yang cukup berat kalau sampai menghidupkan kembali organisasi yang sudah
jelas-jelas dilarang.
Sebelum liburan, kita mempersiapkan surat tembusan dan undangan yang
ditunjukkan buat santri ataupun terhadap alumni yang menjadi pengurus inti di
Tanazaha (ikatan alumni Zainul Hasan). Setelah diizinin dan didukung untuk
mengadakan acara, kemudian kita mengharap ada payung teduh seperti Pembina
yang melindungi jika suatu saat terjadi sesuatu yang tidak diduga. Kita
berunding kembali agar mas Alex menjadi Pembina ALSAB.
Kebetulan ayah mas Alex, Bapak Ansori menjabat pengurus harian di Tanazaha
Bondowoso. Meski kerapkali ia menolak, kita berusaha meyakinkan mas Alex
agar sekiranya berkenan. Dan akhirnya mau. Saya dan Nurul dalam hati ketawa
melihat ekpresi mas Alex saat ditunjuk jadi Pembina. Karena jadi Pembina
lebih berat apalagi dalam situasi genting, pasti kalau ada masalah,
dipanggil paling dahulu. Wkwkwkwkwkw. Maafkan.
Cerita selanjutnya, tentang pencalonan ketua OSIS MA ZAHA. Setiap jurusan
biasanya bebas mencalonkan diri untuk menjadi kandidat ketua OSIS tanpa
dibatasi berapapun. Setelah rapat untuk pembahasan ketua OSIS di kelas
ataupun di daerah, teman sejurusan IAI sepakat untuk memilih Nurul menjadi
bakal calon ketua OSIS dari delegasi IAI.
Sebelum H- sekian pemilihan ketua OSIS segala persyaratan harus dipenuhi.
Dan Alumni Syarif Hidayatullah ini yang sekarang menempuh pendidikan di
IAIN Jember, sudah melengkapi segala persyaratan yang diminta. Sayangnya
H-3 nama dia terpaksa harus dicoret dari daftar pencalonan ketua. Karena
dinilai telah melanggar kode etik madrasah. Yaitu soal perempuan.
wkwkwkwkw. (saya tidak menceritakan panjang lebar tentang hal yang
dimaksud).hahahah
Setelah dicoret, teman-teman pada bingung untuk mencari penggantinya. Rapat
pun dilakukan, hasil keputusan rapat itu yaitu memaksa saya untuk menjadi
calon ketua OSIS. Sebelum itu saya sudah sampaikan kepada teman-teman bahwa
saya tidak mau menjadi kepengusan OSIS dua periode. Sebelumnya pada saat
kelas X sekelas hanya saya diajak kakak kelas dilibatkan menjadi pengurus OSIS bagian Biro
Kependidikan.
Tujuan saya cuman satu, tidak mau terlibat di periode setelahnya agar
memberikan ruang bagi teman –teman lain untuk menyicipi roda organisasi
terutama di panggung OSIS. “Ayo Nung, kamu rela calon ketua OSIS tidak ada
yang berasal dari sejurusan dengan kita,” “Kamu rela, ketua OSIS selalu
dipegang oleh kelas sebelah ?” kata beberapa teman saya dengan bahasa
Madura.
Saya tetap bersikukuh menolak agar tidak dilibatkan di kepengurusan
OSIS apalagi dicalonkan sebagai Ketua. Setelah muswarah, diobrolin dengan
gombal rayuan dan meminta masukan kepada teman-teman. Akhirnya permintaan
teman, saya iyakan meskipun sedikit berat.
Saya lupa tidak mengucapkan selamat kepada sahabatku yang satu ini, Nurul
Hidayah/Alunk yang beberapa waktu lalu terpilih menjadi Ketua Komisariat
PMII IAIN Jember. Melalui tulisan ini saya ucapkan selamat mengabdi, semoga
amanah dalam membawa perahu yang didirikan pada 1960 berlayar pada gelombang yang tidak melewat batas yaitu kebenaran dan kea
Komentar
Posting Komentar