Langsung ke konten utama

PERJALANAN KISAH SEBELUM DI KAMPUNG




Deretan jalan menuju stasiun dipenuhi sesak manusia yang ingin bermudik menuju tempat kerja atau pulang dari kerja, begitu juga dengan saya, nasib orang perantau tak bisa pulang sebulan sekali atau seminggu sekali ke kampung meski hanya meminta uang jajan, bahkan ketika ada momen penting dikampung, harus merelakan diri menahan tidak melangkahkan kaki. Mau tidak mau, pulangnya 2 kali dalam setahun. Yaitu menjelang liburan akhir semester. Itupun tidak langsung pulang ketika liburan mulai tiba.
Sesampai di Stasiun, saya memfoto objek gambar kereta maharani yang sedang dibersihkan atapnya oleh petugas kereta untuk siap meluncur ke tempat tujuan terakhir di stasiun pasar turi Surabaya, ini kereta yang akan mengangkat tubuhku melalui gerbong 1 kursi nomor 3. Saya buat story WA dari apa yang saya ambil objek itu, kira – kira bunyinya begini “pulang malu gag pulang rindu, bingung mau beri pesan apa pada kota ini (smg), sebab terlalu banyak kenangan yang terpendam didalamnya” memang malu ketika dirumah apabila tidak berbuat sesuatu yang menguntungkan, apalagi menyusahkan tentu menjadi beban bagi diri sendiri dan orang sekitar. Paling penting liburan ini bertemu orang tercinta di rumah sudah cukup, harus segera berbalik arah kembali ke tempat semula, ini yang aku rasakan liburan kali ini.
Selepas status ini muncul, teman teman mulai bertanya, terlebih teman hidup mulai tentang kapan pulang, sudah dimana, dengan siapa, langsung atau mampir” kemana saja, tanpa mengurangi rasa kangen dan kesetia kawanan, saya balas satu persatu meski sinyal ketika didalam kreta agak lambat alias lemot. Selama di kereta memang membosankan, bagaimana tidak, perjalanan dari Semarang menuju Surabaya hanya berdiam diri ditempat duduk, berdiri susah apalagi sambil tidur tiduran, tentu merisaukan tetangga sebelah.
 Untung layar kaca kereta masih terang benderang sehingga tampak tumbuhan nan hijau, daun yang bergoyang diatas batang memberi pesona keindahan dan keanggunannya. Sambil menatap petani kecil menemani sawahnya, menunjukkan bahwa petani patut dijunjung tinggi perannya, selain mereka menjaga kelestarian alamnya agar terus berpanorama demi kedaulatan lingkungan, selain itu juga merekalah yang berkonstribusi besar bagaimana beras sebagai kebutuhan pokok rakyat Indonesia tetap meningkat.
Anak kecil berlari saling kejar kejaran, menikmati permainan mengingatkanku pada masa silam dimana seragam sekolah dasar melilit ditubuh. Capek dan melelahkan memang dirasa meski aktivitas di kereta hanya sekedar duduk manis dan tolah toleh kekanan dan kekiri. Untung di Ransel ada buku yang kubawa dari Semarang yang sudah ada niatan dalam hati, akan kuhatam di rumah guna mengisi waktu luang diantaranya buku Arus Cina Islam Jawa, Sarinah karya proklamator Ir Soekarno, dan buku Dunia Yang Berlari Mencari Tuhan Tuhan Digital yang sebelumnya sudah separuh halaman kutuntaskan selama di kontrakan.
buku karya Yasraf Amir piliang ini sungguh luar biasa membuat pembaca yang hidup dimasa saat ini mengalami kontradiksi keyaqinan akan keesaan tuhan, ternyata tuhan dalam buku ini tidak hanya 1, perlu keyaqinan tingkat dewa dan kebijaksaan yang ulet agar tuhan tetaplah tuhan yang hanya 1 untuk disembah. Dari buku inilah yang menemaniki selama di kereta api menghilangkan cenat cenut kebosanan dan mengantarkanku terlelap tidur.
Pukul 16.36 kereta api maharani mendarat di Stasiun kereta api, hilir penumpang menyiapkan barang bawaannya agar tidak tercecer di Kereta. Karena bawaanku tidak begitu banyak, lumayan ringan tinggal menggendong dipunggung sudah beres, dibanding menggendong kamu mungkin lebih berat tubuhmu saat bersandar saat kita duduk bertolak belakang.
Saat turun dari kereta, saya harus segera menuju tempat penghentian bus kota menuju terminal bungorasih yang sebelumnya bernama terminal purabaya, para calo diteminal memang sial dan membuat kesal para penompang diajak dengan paksa, bagi saya itu adalah sebuah potret betapa susahnya mencari uang bagi orang yang hidup di Indonesia dengan pekerjaan yang tak memadai, sehingga jalan yang harus ditempuh menjadi seorang calo.
Hampir isya’, bis yang kutumpangi menuju probolinggo baru saja meluncur, dari awal sudah ada rencana kalau saya tidak langsung pulang melainkan mau ke Pondok terlebih dahulu tempat dimana spritual ini terisi, tempat dimana kami menimba  ilmu baik agama maupun umum sekaligus berburu barokah para masyakhih Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong. Tempat itu memang menjadi kenangan terindah sepanjang masa yang selalu dinanti nanti barokahnya hingga akhir hayat nanti. Namun sesampai di terminal probolinggo yang dikenal dengan sebutan terminal bayuangga, saya dihubungi teman saya, sebut saja namanya Abd Rohim, ia memperkenankanku mampir dirumahnya meski hanya semalam. Karena ia sudah lima tahun tidak ketemu denganku, dengan rasa hormat saya menuruti permentaannya, akhirnya saya bermalam dirumahnya, di Kecamatan Leces, Desa Pondok Wuluh.
Menjelang pagi habis sarapan dirmahnya Rohim, saya segera mempersiapkan barang, siapa tau ada yang ketinggalan untuk segera meluncur ke Pondok tercinta, pesantren zainul Hasan Genggong. Ingat pesan Guru kami bernama Nyai Hajah Susilawati Saifur Ridzal yang bisa disapa oleh santri Ning Sus(semoga beliau diberi kesehatan dan umur berkah dan panjang), dan pesan Alm, mbah saya H. Nawawi Anwar, kalau mau ke Pesantren jangan langsung kesiapa, tetapi harus ke Kyai sepuh yang maqbarohnya terletak di pojok barat Masjid Al barokah Zainul Hasan. “begitu akhlaq seorang santri”kata beliau.
Selepas dari Astah (tempat istrahat wali) Genggong, karena sudah tidak sabar ketemu teman semasa Aliyah dulu, saya langsung bersama Rohim ke daerah E pondok IAI, tempat yang mengajarkan saya mengenal arti pertemanan, persahabatan dan arti kehidupan dengan cara merenung, nostalgia, selama kurang lebih 3 tahun mendekap didalamnya. Dan tidak pernah saya lupakan, disanalah yang mengajarkan kami bagaimana berkomonikasi, menghargai, berdiskusi, dan meluapkan segenap angan angan yang bertumpuk dibenak saya kala itu, sehingga tempat itu menjadi tempat terakhir yang penuh cerita juga makna.
Tidak jumpa kurang lebih satu tahun, sudah banyak perbedaan yang memberi warna baru dan aroma keanggunan bangunan arsitektur yang baru saja dibangun, namun insyaallah kebarokahan dan kemanfaatn selalu menyertai dan membekas di lubuk Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong. Selain mengamati pesantren, rupanya tidak ada yang beda dengan sikap dan tingkah kawan yang sekarang sudah menjadi pengurus kalau dulu diurus untuk mengabdikan dirinya baik jiwa, tenaga, dan fikirannya untuk Genggong, semoga amal kebaikan dan ketulusannya dicatat amal baik, dan mendapat siraman barokah para Auliya allah Genggong.
Diperjumpaan awal saya bertemu dengan kawan, kemudia disusul dengan kawan lain yang ikut nimbrung ada Zahid yang saat ini sudah menduduki jabatan tinggi sebagai Kepala daerah, moh Ilyas yang biasa dipanggil IL oleh ayahandanya abang Toyyib, Iqbal Haryono yang saat ini sedang berjuang mendapatkan segenggam cinta, ada Holil sang Vokalis Hadrah Al Hasanaian yang setia kopyah selalu melekat dikepalanya, ada haris yang masih saja tidak mengalami penurunan berat badan, ada Roviuddin sosok agresif yang jenggot sudah menggantung didagu, ada Yok Jeki yang tidak ada perubahan padanya kecuali rambutnya yang semakin lama semakin panjang alias gimbal,  Dari sana, kami mengobrol apa yang perlu diobrolkan, seperti biasa canda tawa tidak bisa dihindari kalau berkumpul menjadi satu.
Setelah berjam jam tertawa ngakak, mengobrol panjang lebar, Jeki mengajakku kerumahnya di Krejingan, selama di Pesantren saya sudah cukup lama kenal dengan Orang tua teman teman, utamanya Jeki yang rumahnya tidak sampai 30 menit dari Pesantren dilewati jalan kakipun sangat memungkinkan. Disuruh makan tidak mau, karena kebetulan sebelum itu perut rasanya masih kenyang, cukup hidangan kerupuk dan pisang menjadi makanan ringan disana.
Belum lama kemudian, saya dihubungi Umi tercinta untuk segera pulang kekampung tepatnya dikota dimana saya dilahirkan yaitu di Kabupaten Bondowoso. Saya bilang kalau pulang kerumah insyaallah setengah 5 sore, kira-kira sesampai di Terminal kurang lebih setelah Isya’. Karena sebelumnya kami sudah ada janji dengan kawan kawan IAI seangkatan putra maupun putri sekedar berkumpul semacam reoni kecil kecilan di Kampus Barokah yang dibangun oleh waliyullah yaitu di kampus dimana mayoritas teman seangkatan menimbal ilmu disana dari berbagai jurusan. Yaitu dikampus INZAH (Institut Zainul Hasan).
Ke kampus Inzah, itu baru pertama kali saya kesana, sebelumnya tidak. Karena sebelumnya masih ragu dan malu-malu yang tidak tau apa penyebab malunya, mungkin karena baru pertama saya bertatap muka dengan teman seangkatan yang berjenis perempuan, yang sebelumnya tidak, baik yang sudah kenal 6 tahun yang lalu semasa satu angkatan di MTS, atau 3 tahun lamanya selama di Aliyah. Namun saat ini harus berani membuang rasa malu itu, agar komonikasi berjalan secara seimbang tidak ada kata cuek, sinis, acuh tak acuh, dan lain sebagainya.
Perkumpulan itu bukan pertemuan cinta lama bersemi kembali, tetapi pertemuan itu adalah perjumpaan teman lalu yang lama tak jumpa, kira kira yang datang waktu itu ada 28 anak, 14 laki – laki dan 14 perempuan. karena semasa di pondok sangat menjaga etika agar santri putri tidak boleh berbicara dengan santri putra, maka tak salah jika saya masih sedikit yang mengenalnya, wabil khusus kawan putri, padahal teman tersebut sudah lama satu angkatan, tapi maklum saya kira, tanpa mengurangi rasa malu lagi, aku coba bertanya satu persatu namanya yang sebelumnya saya tidak mengenalnya baik nama maupun rupanya. Heheheehe.
Sehabis kumpul bercanda tawa, bertawa ria, kebiasaan orang zaman now yaitu mengabadikan kenangan dengan ponsel agar kita tidak melupakan bahwa kita pernah berkumpul ditempat mana, diwaktu kapan, bersama siapa, ngapaian saja, kebetulan pertemua itu ditempat Kampus Inzah zainul Hasan Genggong, waktunya minggu 21 Januari 2018, bersama teman angkatan IAI yang sebelumnya beridentitas MAK. Dan banyak yang dilakukan ketika ditanya ngapain saja.
Sekian itu saja, cerita perjalanan kami mulai tanah rantau sampai menuju pulang.
Inunk Ainul Yaqin
Di Kampung , 30 Januari 2018







Komentar

  1. Hallo perkenalkan kami dari PT Hebros,
    salam hangat, kami perusahaan yang bergerak di bidang IT Security System, serta Jasa pemasangan dan Maintenance CCTV yang berkantor di Jakarta.
    Silahkan hubungi kami: https://www.hebros.co.id/ atau email support@hebros.co.id

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Genap Setahun Pengabdian

  Tepat 1 Februari 2022 lalu, saya memulai pengabdian di YIMA Islamic School setelah melewati rangkaian test dan prosedural sesuai ketetapan lembaga sebagaimana yang juga diberlakukan terhadap calon pegawai yang lain.   Bergabungnya saya di YIMA diperkarsai perintah salah satu orang yang perintah dan larangannya harus saya patuhi sehingga saya tidak berbuat banyak menanggapi hal tersebut. Padahal di waktu bersamaan saya menerima pemprosesan di salah satu tempat di Surabaya dan proses penerimaan di salah satu lembaga di Sidoarjo. Saya pun melewati rangkaian tahap demi tahap hingga sampai pada proses yang hampir mendekati final. Saya hanya berkesimpulan, di manapun insyallah jalan terbaik. Namun orang yang memerintah saya itu bersikukuh meminta saya untuk tinggal di Bondowoso setelah merantau selama hampir 12 tahun lamanya di kota orang, akhirnya YIMA yang saat ini saya berada di dalamnya menjadi pilihan. Dengan ridho seorang itu, akhirnya saya meyakinkan hati untuk memulai penge

Bagaimana Berkomunikasi ?

  Saya menganalisis dan mengutip beberapa bagian hasil pelatihan skill komunikasi tempo lalu yang saya coba kerucutkan menurut analisis saya sendiri, paling tidak dalam konteks yang secara pribadi saya alami sebagai makhluk sosial.   Sengaja saya mengawali tulisan ini dengan sebuah pertanyaan “Bagaimana Berkomunikasi?” Sebab dalam berkomunikasi dengan siapapun, kita akan berhadapan beragam hal, situasi, kondisi, lawan bicara yang beragam karakter, mood komunikan, bahasa, kultur, waktu, tempat atau hal kompleks yang lain, sehingga yang kita butuhkan adalah mode dan cara komunikasi apa yang sebaiknya diaplikasikan menghadapi kejadian apapun dengan siapapun.   Maka tidak ada yang baku dan permanen suatu mode komunikasi diterapkan pada kasus tertentu. Sehingga menurut saya, mode dan cara berkomunikasi belum tentu bisa diterapkan secara sama pada kejadian maupun kasus yang serupa, apalagi berbeda terhadap orang yang berbeda pula. Seperti halnya pancingan respond saya terhadap kelompok

MENJADI GURU

Sehari sebelum tanggal peringatan hari guru nasional 2023, beberapa siswa datang ke saya mengutarakan permohonannya untuk merayakan hari guru bersama guru di kelasnya masing-masing. Saya tidak bertanya banyak perayaan seperti apa yang direncakan anak berusia kelas SD tersebut untuk mengenang moment hari guru itu. Saya hanya menimpali pertanyaan kepada mereka. Kapan pelaksanaan hari guru itu? Spontanitas mereka menjawab, “25 November”. Jawabnya penuh semangat. Pertanyaan berikutnya kenapa ada perayaan hari guru? Jawaban mereka beragam, namun keberagaman itu masih satu keutuhan yang menggambarkan peran guru, paling tidak sesuai pengalaman siswa SD tersebut bersama gurunya . “Karena guru adalah yang mengajarkan ilmu” , "Karena guru yang mengajarkan al qur'an",   “Karena guru yang mendidik soal budi pekerti yang baik”, “ Karena guru mengajarkan untuk membiasakan membuang sampah pada tempatnya”. Kurang lebih begitu jawaban sederhana mereka secara beragam. Pertanyaan se