Langsung ke konten utama

CERITA PENGALAMAN HIDUP SANG PEJALAN KAKI


Ketika fajar merah menyapa, Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) masih tampak keanggunan bangunannya, ukiran dan gaya arsitekturnya menarik dipandang. Payung yang melintang mempondasikan diteras-teras masjid menjadi icon tersendiri bagi Masjid yang terletak tak jauh dari pusat kota Semarang.
Rasanya Malam itu Sabtu, (05/01/18) begitu syahdu saat menolehkan mata pada manik – manik serta lampu – lampu gemerlap mengias didinding masjid, ditambah suara pengajian yang biasa rutin dilaksanakan demi mengisi siraman rohani yang perlahan mulai mengeras dihati umat manusia. Sepertinya kurang sempurna, jika berwisata ke Jawa Tengah, khususnya di kota Semarang, jika tak mampir sejenak menunaikan ibadah di rumah Allah yang satu ini.
Sambil menunggu teman dari Surabaya yang hendak kesana (MAJT), kusempatkan bersama teman bernama Lutfy untuk mengelilingi hamparan masjid, menyaksikan keindahannya, meski bukan yang pertama kali kesini, namun tiada bosanya jika kulangkahkan kaki untuk berkelana sekedar mampir sejenak. Selain menyaksikan keindahan masjid, tak dilupakan orang – orang mengeluarkan ponsel yang terdapat kamera didalamnya demi mengabadikan kenangan.
Ketika merehatkan badan di tempat duduk lingkaran yang terletak sebelum teras masjid, sambil menunggu teman yang belum kunjung tiba pula, saya disapa oleh sosok lelaki berkulit sawo matang, dengan pakaian kaos hitam, dan celana yang sama warnanya.
“Dari mana mas ?” tanyanya dengan penuh senyum merekah penuh keramahan.
“kalau aslinya dari Bondowoso Jawa Timur, sekarang kebetulan tinggal disini sementara, dan ini teman saya dari Probolinggo” jawabku sambil memperkenalkan teman saya yang duduk disamping kiriku.
Ketika saya bertanya balik kepada lelaki yang memilki nama lengkap plus nama panggilan Musthofa itu, tentang profil dan perjalanannya, membuat diri saya tertegun, bahkan ada rasa skeptis atau tidak percaya awalnya
“Kalau sampean sendiri dari mana mas? Saya balik bertanya
“Asli dari Jombang mas, habis dari barat daerah Jakarta,”tanggapnya.
“Kemari dengan siapa mas, rombongan atau dengan keluarga ,” tanyaku, prasangkaku kalau dari Jakarta, biasanya sebagian orang jawa timuran, habis datang ziarah ke maqom Walisongo, dan sunan gunung jati tempat terakhir tujuan.
“saya sediri mas, jalan kaki” jawabnya dengan mimik wajah yang memelas.
Ketika mendengar jawaban itu, tiba tiba saya merasa tersontak dan penuh ketidak yaqinan, ku mencoba untuk meminta mengungkapkan cerita perjalanan yang tidak biasa dilalui oleh orang kebanyakan. Disanah pertemuan dialalog panjang lebar dengan pria asal jombang itu.
Ketika saya memulai bertanya tentangnya, kemudian ia menceritakan
“perjalanan ini bukan pertama kali saya lalui mas, semenjak keluar SD kelas 6, hidup saya sudah begini, karena sudah tidak punya apa – apa. Kedua orang tua meninggal semenjak saya duduk dibangku kelas 4 SD. Akhirnya saya dititipkan di Panti asuhan. Karena tidak betah, akhirnya saya keluar dari sana, kemudian berjualan koran untuk memenuhi kebutuhan hidup. Saya sudah tidak punya rumah, dimana ada masjid, disana saya berteduh, sudah tidak punya apa – apa lagi dan siapa – siapa,” cerita pria kelahiran 1971 tersebut.
Arah memang bisa di tuju, asalkan manusia mengerti dan bisa membaca kemana arah tersebut, kepengertian akan membaca memberi modal penting bagi Musthofa sehingga ia mampu berkelana dari tempat satu ketempat lain, itu sebabnya ayat pertama turun dibawa nabi berbunyi Iqro’ bermakna “bacalah..!” yang tidak bisa diabaikan akan pentingnya bisa membaca
“saya tamatan SD saja, meskipun tidak punya ijazah  SMP dan SMA, yang penting saya bisa membaca, sehingga tau alamat tujuan. Selain itu ada niat mas, dari pada saya berminta – minta pada orang lain, berharap belas kasihnya mending saya jalan, karena saya sudah tidak punya siapa – siapa,” ungkapnya
Hidup di Indonesia memang mudah dan menyenangkan bagi mereka yang punya harta lebih dan kehidupan yang baik, namun sulit  memenuhi harapan bagi mereka yang dilanda nestapa penderitaan seperti dialami Musthofa salah satu Warga Indonesia dari sekian ribu masyarakat yang memiliki nasib yang sama dengannya. Ketika saya bertanya, apakah melulu jalan atau sambil kerja mas?
“ saya jalan terus mas, seakan tidak ada tujuan, kalau saya ingin kebarat saya kebarat, kalau ingin ketimur saya ketimur, cari kerja susah, surat penting pada hilang, seperti KTP, Ijazah. Karena orang pada tidak percaya kalau kita tidak punya surat,”keluhnya, seakan hatinya sudah tak bisa dibendung kesedihan dilihat dari raut wajahnya yang penuh kehampaan.
Indonesia selain ditumbuhi kekeyaan alam yang melimpah ruah, lautan melintang luas, gunung menjulang tinggi, belum lagi kekayaan – kekeyaan yang tersimpan disamudra peradaban atau dikuasai segelintir konglomerat, disisi lain Indonesia kaya akan budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan beraneka ragam agama dan aliran kepercayaanpun mewarnai negara yang berjuluk Nusantara ini. Musthofa berkomentar, bahwa semua manusia adalah ciptaan Allah.
“Di dunia, banyak umat agama, tapi wujudnya sama – sama manusia. Jangan sampai kita membeci wujud sesama manusianya, meskipun mereka berbeda keyaqinan dengan kita, ada Hindu, Kristen dll. Mereka semua ciptaan allah, jangan sampai membenci wujud, kalau membenci wujud sama halnya membenci ciptaan allah, jika membenci ciptaan allah begitu juga membenci allah, bahkan membenci diri kita sendiri” ucap pria yang bercita – cita berjalan kaki ke Samarinda.
Sebelum pulang, ia berpesan kepada kami, pesannya begitu memotivasi diri ini, untuk jangan sampai menomorsekiankan orang yang telah berjuang dan memperjuangkan.
“yang penting niat untuk membahagiakan orang tua mas, selagi orang tua masih ada, cita – cita saya di dunia ini, hanya 1 yaitu membahagikan orang tua,”pesannya diakhir obrolan.

Di Tanah Rantau,  10 Januari 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Genap Setahun Pengabdian

  Tepat 1 Februari 2022 lalu, saya memulai pengabdian di YIMA Islamic School setelah melewati rangkaian test dan prosedural sesuai ketetapan lembaga sebagaimana yang juga diberlakukan terhadap calon pegawai yang lain.   Bergabungnya saya di YIMA diperkarsai perintah salah satu orang yang perintah dan larangannya harus saya patuhi sehingga saya tidak berbuat banyak menanggapi hal tersebut. Padahal di waktu bersamaan saya menerima pemprosesan di salah satu tempat di Surabaya dan proses penerimaan di salah satu lembaga di Sidoarjo. Saya pun melewati rangkaian tahap demi tahap hingga sampai pada proses yang hampir mendekati final. Saya hanya berkesimpulan, di manapun insyallah jalan terbaik. Namun orang yang memerintah saya itu bersikukuh meminta saya untuk tinggal di Bondowoso setelah merantau selama hampir 12 tahun lamanya di kota orang, akhirnya YIMA yang saat ini saya berada di dalamnya menjadi pilihan. Dengan ridho seorang itu, akhirnya saya meyakinkan hati untuk memulai penge

Bagaimana Berkomunikasi ?

  Saya menganalisis dan mengutip beberapa bagian hasil pelatihan skill komunikasi tempo lalu yang saya coba kerucutkan menurut analisis saya sendiri, paling tidak dalam konteks yang secara pribadi saya alami sebagai makhluk sosial.   Sengaja saya mengawali tulisan ini dengan sebuah pertanyaan “Bagaimana Berkomunikasi?” Sebab dalam berkomunikasi dengan siapapun, kita akan berhadapan beragam hal, situasi, kondisi, lawan bicara yang beragam karakter, mood komunikan, bahasa, kultur, waktu, tempat atau hal kompleks yang lain, sehingga yang kita butuhkan adalah mode dan cara komunikasi apa yang sebaiknya diaplikasikan menghadapi kejadian apapun dengan siapapun.   Maka tidak ada yang baku dan permanen suatu mode komunikasi diterapkan pada kasus tertentu. Sehingga menurut saya, mode dan cara berkomunikasi belum tentu bisa diterapkan secara sama pada kejadian maupun kasus yang serupa, apalagi berbeda terhadap orang yang berbeda pula. Seperti halnya pancingan respond saya terhadap kelompok

MENJADI GURU

Sehari sebelum tanggal peringatan hari guru nasional 2023, beberapa siswa datang ke saya mengutarakan permohonannya untuk merayakan hari guru bersama guru di kelasnya masing-masing. Saya tidak bertanya banyak perayaan seperti apa yang direncakan anak berusia kelas SD tersebut untuk mengenang moment hari guru itu. Saya hanya menimpali pertanyaan kepada mereka. Kapan pelaksanaan hari guru itu? Spontanitas mereka menjawab, “25 November”. Jawabnya penuh semangat. Pertanyaan berikutnya kenapa ada perayaan hari guru? Jawaban mereka beragam, namun keberagaman itu masih satu keutuhan yang menggambarkan peran guru, paling tidak sesuai pengalaman siswa SD tersebut bersama gurunya . “Karena guru adalah yang mengajarkan ilmu” , "Karena guru yang mengajarkan al qur'an",   “Karena guru yang mendidik soal budi pekerti yang baik”, “ Karena guru mengajarkan untuk membiasakan membuang sampah pada tempatnya”. Kurang lebih begitu jawaban sederhana mereka secara beragam. Pertanyaan se