Langsung ke konten utama

cinta yang dibutakan



Cinta Yang Dibutakan
Sudah sekian lama aku mengenal apa itu cinta, tidak hanya mengenal, tapi aku sudah melakukan untuk cinta dan demi cinta. saat aku bertanya padaku pribadi apa itu cinta? aku kaku menjawabnya, saat aku bertanya kapan timbulnya cinta? aku tersipu malu yang tak tau kapan datangnya. dari semua orang yang pernah ku cinta, selalu berbeda – beda dalam memaknainya, termasuk pemaknaanku diantara laki – laki yang pernah ku menjalin cinta dengannya. itulah gambaran sepintas pertanyaan Tesa yang belum menemukan titik nadirnya, kapan hal itu terjawab.
 bahkan ada yang berkata temanku yang kebetulan sering ikut pengajian kesana kemari, bahwa cinta itu haram hukumnya, mungkin cinta yang dimaksud temanku cinta dalam konteks ini adalah pacaran. Kebingungan tesa tentang cinta masih terus melanda dalam benak fikirannya, dan hatinya pun terusik dengan cinta. apalagi dengan seruan separatis temanya yang dengan mudahnya menghalal haramkan sesuatu. “Entahlah......,”seru Tesa.
Ia serasa ada tekanan batin dalam dirinya, yang sanggup tak sanggup ia harus berani menjalani dan mengetahui lebih dalam apa arti cinta yang sebenarnya. Hal biasa bagi remaja mengetahui tentang cinta, karena secara ilmu biologi manusia pada umur tertentu sekitar 15 tahun ke atas, ada ketertarikan pada lawan jenis atau yang disebut dengan masa pubertas. Jadi wajarlah Tesa kira..
 tapi dengan adanya ketertarikan ini, “apakah sudah disebut cinta? ketika aku bilang iya, aku masih belum sanggup membedakan antara “cinta dan tertarik”, ketika bilang tidak, aku bingung, bukankah ketika tertarik pada lawan jenis, ada dorongan cinta yang mendahuluinya?” selalu penuh Tanya dalam benak Tesa.
Dari kebingunagan ini, tesa tak henti – hentinya belajar agar tau apa itu cinta dan bagaimana cinta yang sebenarnya. Baik belajar melalui goggle yang siap tanggap saat ditanya, seperti yang temannya  tanyakan saat bingung mencari jawaban dari soal ujian. kadang belajar dibuku novel yang berisi tentang percintaan, khususnya novel yang ditulis oleh salah satu pujangga Indonesia diantaranya, Tere liye, Asma nadia , dan Habiburrahman El – Shirazi yang tersirat makna yang dalam melintang melalui goresan tangan emasnya. Dan penulis buku lain yang kisahnya penuh inspratif dan membangun menggugah jiwa pembacanya.
Atau ia belajar secara pengalaman pribadinya yang sudah sekian lama berpacaran tapi hubungannya tak sampai pada ikatan yang suci yang disebut pernikahan, Tesa merasa ada beberapa faktor yang menghalangi, sehingga putus ditengah jalan, adakalanya karena sudah tidak ada kecocokan yang disebut konflik perasaan antara ia dengan kekasihnya, adakalanya putus secara tiba tiba dengan tanpa kejelasan yang pasti apa yang melatar belakanginya. Akhirnya Tesa menerima saja jalan yang sudah ditentukan dan masa yang memang sudah waktunya berpisah.
Seiring berjalannya waktu, kegundahan itu mulai perlahan – lahan hilang, dengan hadirnya sosok lelaki kekasihnya yang bernama Fathan, dirasa cukup memikat perasaan hatinya, cinta yang dulunya masih buram, kini mulai terwarna untuk bersinar, cinta yang dulunya membingungkan, kini kebingungan itu mulai jelas dan tampak, cinta yang awalnya penuh teka – teki, kini sudah terjawab semuanya, meski tidak 100 %, tapi setidaknya ada hal yang cukup dapat dijadikan jawaban. Tesa yang sebelumnya hatinya terbolak – bolik akan memaknai cinta dan bagaimana cinta, kini pun berubah, yang ada hanya apakah cinta tergantung yang menjalani,? sehingga cinta itu dapat berwarna, dan memberi aroma yang baik, dan dampak positif bagi yang menjalaninya.
“Aku merasa bahagia, senang tiada tara, entah kenapa perasaan ini datang dengan membawaku pada semangat menjalani hidup, semangat untuk menimba ilmu, entahlah, serasa aku berbeda, dengan tesa yang dulu,” senang Tesa berbicara sendiri dalam hatinya.
Jam dinding sudah menunjukkan Jam 12.00 malam, Tapi mata Tesa masih belum dapat dimeremkan, rasa ngantukpun belum terasa, agar cepat tidur, Tesa membaca berita yang ada di handphonenya, saat ia buka ponsel banyak pesan yang dikirim kepadanya, dan dari pesan yang masuk, ada pesan dari  kekasihnya Fathan, Tesa bukan malah ngantuk, tapi tambah terbuka kelopak matanya, dan tambah menyulitkan untuk tidur.
Tesa tahu betul, Fathan orangnya bagaimana meski sudah ada sedikit perubahan karena sudah sekian lama ia berpisah, meski dia (Fathan) bukan seorang santri, tapi masalah ibadah ia dapat menjaganya, baik kepada Allah ataupun kepada makhluqnya, meski ia tak tau membaca kitab kuning yang di ajarkan di pesantren, tapi bacaan al qur’an lancar dengan bantuan ilmu tajwidnya yang ia pelajari dirumah kepada almarhum ayahnya, meskipun suaranya tak semerdu vokalis hadroh. namun yang ada pada diri Fathan yaitu ketulusan hati dan kebaikan budi pekertinya. Yaitulah, dhohirnya seseorang hanyalah bungkusnya saja, meski orang menilai bungkusnya bagus dan super, tapi orang bijak, tetap mengakui keberadaan isinya yang tak patut dinomorsekiankan, apalagi sampai dicampakkan. Dengan dikalahkan oleh bungkusnya yang menawan ataupun mempesonakan hati tapi terkadang menghianati isi.
 Inilah yang memang didambakan oleh Tesa. Begitupun Fathan, yang sudah tau karakter Tesa bagaimana, karena keduanya pernah satu sekolah di Madrasah Tsanawiyyah di Lumajang Jawa Timur, kemudian ia berpisah ketika pengumuman lulusan itu tiba. Tesa tetap melanjut di Madrasah Aliyah negeri 1 Lumajan, sedangkan Fathan ikut ayahnya selama masih hidup dan  ibunya merantau ke Lampung sambil melanjutkan SMA disana.  akhirnya ia bertemu kembali dikampus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta disemester 7 saat Tesa dan Fathan berjumpa di perpustakaan. Disanalah benih – benih cinta timbul diantara keduanya, hingga akhirnya saling mengikatkan hati untuk menjalin cinta kasih yang penuh kasih sayang.
Setelah sekian lama menjalani cinta yang tak berikatan yang sah dan suci, Tesa memberanikan diri untuk memusyawarahkan kepada keluarganya untuk  menyatakan bahwa ia telah menemukan lelaki yang baik untuk dijadikan imam dikemudian hari setelah waktunya tiba.
“ibu – ayah, Tesa punya teman baru dikampus, sebelumnya,memang kita sudah saling – menganal satu sama lain. Setelah menjalin hubungan komonikasi dengannya, Tesa merasa ada kenyamanan, ada yang mengingatkan ketika sholat tiba yang sebelumnya Tesa melalaikan untuk tidak tepat waktu, yang awalnya tidak menggemar membaca dan tekun belajar, akhir – akhir ini, ada spirit dalam diri ini untuk memegang buku, bahkan dikampuspun, Tesa lebih senang menghabiskan waktu di Perpustakaan,terkadang sambil ditemani dia.
 “Kalau ayah – ibu berkenan, sudikah kiranya untuk merestui hubungan kita sampai janur kuning melengkung itu tiba saatnya,”? pinta Tesa penuh harap kepada Ibu – Ayahnya.
Sebagai orang tua, tentu ayah – ibunya mempedulikan kepentingan anak, dengan memberikan yang terbaik untuk anaknya yaitu Tesa. Kemudian ayah – ibunya meminta untuk diperkenalkan, lebih – lebih dibawa kehadapan orang tuanya.
Lalu saat liburan Tiba, Tesa mengajak Fathan berkunjung kerumahnya di Lumajang, tentu hal yang menyenangkan bagi Fathan, bukan hanya karena ia dapat bertemu dengan ayah – ibu Tesa, melainkan ia dapat menghirup udara segar di kampung tempat dimana ia dilahirkan, ia dapat berjumpa dengan saudara – saudara dan kerabat dekatnya ,ia dapat mencium tangan gurunya di Madrasah diniyah dulu,  dan menjumpai temannya semasa  bermain diwaktu kecil, setelah sekian tahun ia pergi untuk berpisah, untuk mengikuti jejak langkah kedua orang tuanya merantau ke Lampung yang Fathan tak tau mengapa orang tuanya harus pergi jauh dari desa dimana ia dibesarkan.
Saat perjumpaan tiba, ayah ibu Tesa, berbincang dengan Fathan seperti perbincangan mertua menantu layaknya telah menikah secara resmi dengan nada santun menyejukkan yang keluar dari lisan Fathan, tentu sikap tersebut bukan dibuat – buat agar dapat mengelabuhi hati ayah – ibu Tesa agar meyaqinkan Fathan untuk dijadikan menantunya. Sama sekali tidak, karena memang dari ketulusan hatinya, ia orang yang baik yang faham etika bagaimana sikap tatkala berbicara kepada orang yang lebih tua, bagaimana sikap saling menghargai satu sama lain diantara manusia.
Yaituah Ketulusan hati, tak bisa ditebak, yang tau hanyalah pemilik hati dan pembolak hati tersebut. Berbeda dengan Romantis yang bisa dilagak, berbeda dengan Ucapan yang manis dan ramah yang bisa dibuat – buat, berbeda dengan cerita indah yang dapat saja dibikin – bikin, agar sang pembaca dapat terkesan dan terharu saat meresapi. Semua itu bisa dibuat – buat. Hanya ketulusan hatilah yang tak mampan.
Namun, hati Ibu Tesa, tertekan tat kala mendengar ucapan Fathan yang ketika ditanya siapa keluargnya. Lebih lanjut ia, memanggil Tesa keruang Kamar setelah Fathan pamit pergi, untuk berbicara, agar segera disudahi hubungannya dengan lelaki yang bernama Fathan. Air mata tesa menetes membasahi pipinya, jiwanya tiba – tiba remuk seakan malaikat datang dengan memecah hatinya seakan dikurung dalam kesendirian, yang tak menyangka bahwa lelaki yang diharapkannya untuk dijadikan calon imam yang baik untuk keluarga, calon ayah yang baik untuk anak – anaknya kelak, dan untuk membentuk bahtera keluarga yang aman damai dalam keridhoan Tuhan. tiba – tiba hilang harapan, lantaran kedua orang tuanya tak merestui hubungan cinta mesranya dengan Fathan, bahkan menyudahinya sekarang juga.
“ dengan tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada ayah dan ibu, aku ingin bertanya tentang alasan, mengapa ayah dan ibu menyegerakan untuk menyudahi hubungan kami? Apakah dia bukan lelaki yang baik untuk dijadikan kepala keluarga dan imam yang baik buatku? Apakah lantaran dia bukan seorang santri yang menurut keyaqinan banyak orang , bahwa hanya pelajar jebolan pesantren yang dikira Sholih? Apakah karena ia tak kaya raya yang dengan gampang mengeluarkan duit untuk memenuhi kebutuhan keluarga? Atau karena alasan apa Ibu,?” Tesa memohon penjelasan yang detail atas apa yang ibunya torehkan kepadanya, dengan tangis yang belum tersudahi, air matapun tak henti- henti menetes membasahi pipinya.
Lalu ibunya, menjelaskan apa yang menjadi alasan, sehingga ia berkeinginan untuk segera penyudahi hubungan Tesa, agar tidak dilanjut ke jenjang yang lebih serius lagi.
“anakku, maafkan ayah dan ibu, bukan tak ada alasan ayah dan ibumu ini untuk tidak merestui hubungan kamu nak, hanya saja, ibu ingin kamu menjadi manusia yang baik tidak hanya dimata Allah, tetapi baik pula dihadapan masyarakat, bukan hanya kamu nak, yang ayah ibu khawatirkan, tapi masa depan baik kelurga yang jika ini terjadi, akan dapat stigma buruk dari masyarakat, belum lagi nanti kalau kamu sudah dikarunia anak, akan berakibat panjang, jika ingatan masyarakat msih terus terjelma sepanjang masa,” jawab Ibu Tesa dengan haluan tangis dan linangan air mata, karena telah membuat putus asa putri tunggalnya, lantaran tak mengijinkan menjalin hubungan cinta dengan kekasih hatinya.
Tesa masih bingung dan terus bertanya – tanya kepada Ibunya
“apa hubungan masalah keluarga kita, dengan masyarakat bu, apa kaitanya dengan hadirnya Fathan dengan mereka? Jangankan masalah keluarga bu, masalah beda agama saja, Islam menyerukan untuk berprasangka baik.
Lalu ibunya, mejawab, “ asalkan kamu tau nak, Fathan dan kelurganya pergi dari sini waktu itu, lantaran ayah fathan didakwa oleh aparatur desa melalui musyawarah untuk segera pergi meninggalkan kampung ini selama - lamanya sebelum warga mengusirnya secara bersama sama, lantara Ayah  Fathan dituduh memiliki ilmu santet. Yang ibu juga tak mengerti benar tidaknya, tapi yang jelas, kalau ini dilanjutkan, hubungan kamu dengannya, maka otomatis kamu tak boleh tinggal dikampung ini bersama ayah – ibu, dan ibu tak menginkan hal itu terjadi, karena kamulah anak satu satunya harapan ibu dan ayahmu, karena siapa lagi yang mau merawat ibu dan ayahmu kalau sudah tua meronta, jika tak ada kamu nak,” pinta Ibu Tesa.
Kebingungan itu kembali menyusup fikiran dan hati Tesa, dengan dilema antara kekasih dan kedua orang tuanya, hatinya terbolak balik, fikirnanya simpang siur yang tak mengerti kemana arah pandangannya yang harus ia tentukan.
“haruskah ku sudahi hubungan ini, hanya demi menjaga martabat keluarga, dan stigma buruk dari masyarakat terhadap keluarganya,” gumam Tesa dalam hatinya.
 Setelah Fathan tiba dikota tempat halamnya Lampung untuk pulang merayakan liburan semester akhirnya, dan  menemui sang Ibundanya, disana ia menerima pesan melalui Email dari kekasihnya Tesa Pramendika Salafina
 assalamualaikum
Dari   : Tesa Pramendika Salafina kekasihmu.
Untuk: Fathan Babur Royyani Kekasihku.
“Kekasihku, sejak aku mengenalmu, hingga aku menjadi wanitamu, aku tau siapa kamu dan bagaimana kamu. Kita sudah saling kenal dengan massa yang tak sebentar, tapi perkenalan itu terputus lantaran engkau jauh dariku untuk pergi ke Lampung sana. Namun tampang wajahmu yang lugu dan pekertimu yang baik dan peduli masih membekas selama kita sekolah dikota yang sama dulu. yakni di Lumajang. Dan aku berdoa, agar dipertemukan kembali dengan sahabat lelaki yang tak jauh sepertimu, syukur – syukur kamu.
Sebagai orang beriman, aku percaya Allah mempertemukan kita waktu di Perpustakaan tempat dimana pertama berjumpa di Yogyakarta,  dengan rencananya melalui doa yang kupinta disujud sholatku. Disanalah awal perjumpaan kita yang menjadikan ikatan sepasang kekasih yang aku harap untuk selamanya, dan akupun mengharap kamu merasakan sedemikian kekasih.
Dari pesan singkat ini, aku hanya bisa berterima kasih yang tiada tara atas nasehatmu, menjadikanku memiliki semangat juang yang tinggi, dan semoga semangat ini selalu terkobar layaknya api yang tak kunjung padam. dan tiada lain yang kutorehkan dari lubuk hati ini, bahwa aku mencintaimu. I Love You.
Namun kekasih, harapan memilikimu selamanya, dihilangkan, bahkan dibutakan oleh keadaan masyarakat yang memaksa ku pada sesuatu yang tak ku impikan, yaitu berpisah dengamu.
Sekali lagi, terima kasih...dan mohon maaf sebesar – besarnya semoga engkau tak kecewa, seperti yang kualami saat ini. Selamat meraih cita – cita kekasih.
Akan kuceritakan alasannya, setelah engkau membalas suratku jika engkau perlu mau tau.
Sekian.....
Wassalamualaikum.

01 oktober 2017
Inunk Ainul Yaqin



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Genap Setahun Pengabdian

  Tepat 1 Februari 2022 lalu, saya memulai pengabdian di YIMA Islamic School setelah melewati rangkaian test dan prosedural sesuai ketetapan lembaga sebagaimana yang juga diberlakukan terhadap calon pegawai yang lain.   Bergabungnya saya di YIMA diperkarsai perintah salah satu orang yang perintah dan larangannya harus saya patuhi sehingga saya tidak berbuat banyak menanggapi hal tersebut. Padahal di waktu bersamaan saya menerima pemprosesan di salah satu tempat di Surabaya dan proses penerimaan di salah satu lembaga di Sidoarjo. Saya pun melewati rangkaian tahap demi tahap hingga sampai pada proses yang hampir mendekati final. Saya hanya berkesimpulan, di manapun insyallah jalan terbaik. Namun orang yang memerintah saya itu bersikukuh meminta saya untuk tinggal di Bondowoso setelah merantau selama hampir 12 tahun lamanya di kota orang, akhirnya YIMA yang saat ini saya berada di dalamnya menjadi pilihan. Dengan ridho seorang itu, akhirnya saya meyakinkan hati untuk memulai penge

Bagaimana Berkomunikasi ?

  Saya menganalisis dan mengutip beberapa bagian hasil pelatihan skill komunikasi tempo lalu yang saya coba kerucutkan menurut analisis saya sendiri, paling tidak dalam konteks yang secara pribadi saya alami sebagai makhluk sosial.   Sengaja saya mengawali tulisan ini dengan sebuah pertanyaan “Bagaimana Berkomunikasi?” Sebab dalam berkomunikasi dengan siapapun, kita akan berhadapan beragam hal, situasi, kondisi, lawan bicara yang beragam karakter, mood komunikan, bahasa, kultur, waktu, tempat atau hal kompleks yang lain, sehingga yang kita butuhkan adalah mode dan cara komunikasi apa yang sebaiknya diaplikasikan menghadapi kejadian apapun dengan siapapun.   Maka tidak ada yang baku dan permanen suatu mode komunikasi diterapkan pada kasus tertentu. Sehingga menurut saya, mode dan cara berkomunikasi belum tentu bisa diterapkan secara sama pada kejadian maupun kasus yang serupa, apalagi berbeda terhadap orang yang berbeda pula. Seperti halnya pancingan respond saya terhadap kelompok

MENJADI GURU

Sehari sebelum tanggal peringatan hari guru nasional 2023, beberapa siswa datang ke saya mengutarakan permohonannya untuk merayakan hari guru bersama guru di kelasnya masing-masing. Saya tidak bertanya banyak perayaan seperti apa yang direncakan anak berusia kelas SD tersebut untuk mengenang moment hari guru itu. Saya hanya menimpali pertanyaan kepada mereka. Kapan pelaksanaan hari guru itu? Spontanitas mereka menjawab, “25 November”. Jawabnya penuh semangat. Pertanyaan berikutnya kenapa ada perayaan hari guru? Jawaban mereka beragam, namun keberagaman itu masih satu keutuhan yang menggambarkan peran guru, paling tidak sesuai pengalaman siswa SD tersebut bersama gurunya . “Karena guru adalah yang mengajarkan ilmu” , "Karena guru yang mengajarkan al qur'an",   “Karena guru yang mendidik soal budi pekerti yang baik”, “ Karena guru mengajarkan untuk membiasakan membuang sampah pada tempatnya”. Kurang lebih begitu jawaban sederhana mereka secara beragam. Pertanyaan se