Dalam kacamata sejarah
Islam kita dapat mengurai Nabi Muhammad dalam berbagai dimensi, tidak hanya
dalam satu sudut pandang sebagai seorang utusan. Sebagai utusan, Allah hendak mengubah peradaban yang sebelumnya dipenuhi
kezaliman menjadi kesopanan, kecongkaan menjadi ketawadhu’an, kehinaan menjadi
kemuliaan, kelacutan menjadi kehormatan, kebodohan menjadi kecerdasan, kekotoran menjadi kesucian, kemunduran
menjadi kejayaan dan kegemilangan dan kekufuran menjadi berkemanusiaan.
Misi agung itu Allah
gantungkan pada sosok mulia bernama Baginda Muhammad Bin Abdullah. Pertanyaannya
kemudian, mengapa kepada manusia bernama Muhammad? Nabi Muhammad adalah memang manusia
pilihan Allah yang tidak dapat dipungkiri siapapun, sejarahnya telah ditulis
oleh kajian terdahulu bahkan sebelum ia dilahirkan.
Nama dan tanda-tandanya
telah tercantum di Al quran sebagai kita suci yang dibawanya, kitab- suci
sebelumnya seperti, Injil, Taurat, dan Zabur telah menjelaskan tanda-tanda
kenabian Muhammad. Kajian di dalamnya telah mengurai persis dengan gambaraan
Nabi Muhammad saat ia diangkat Allah menjadi nabi maupun Rasul.
Saat nabi lahir ke dunia,
kelahirannya membawa berkah pada siapapun, manusia dan alam semesta. Masyarakat
sekitar berbangga atas bayi laki-laki yang kemudian diberi Nabi Muhammad itu
dan ini bertolak belakang jika yang dilahirkan berjenis kelamin perempuan. Dalam
sejarah pada masa di mana nabi lahir, kehadiran bayi perempuan menjadi petaka
dan aib bagi keluarga, oleh karenanya orang tua yang melahirkan bayi perempuan,
sang ayah tidak segan menguburnya hidup-hidup.
Kebiasaan hina dan tercela
itu yang hendak nabi ubah, bahwa laki-laki dan perempuan adalah sesama manusia,
makhluk Allah yang seharusnya sama-sama dihormati dan dimuliakan, melecehkan
ciptaannya sama halnya melecehkan penciptanya.
Seiring bertambahnya
usia dan misi kenabian, Nabi Muhammad perlahan menyebarkan Agama Islam sesuai
perintah Allah. Penyebaran Islam tidak selalu berjalan mulus, ada darah dan
keringat yang dikorbankan. Beliau ditantang oleh sebagai besar orang sekitar yang
belum menerima kehadiran agama baru itu, bahkan dari orang-orang terdekatnya
seperti keluarga dan paman-paman beliau.
Hal itu dapat menjadi
gambaran bagi kita sebagai ummatnya, seagung Nabi Muhammad saja saat
menyebarkan kebaikan banyak yang tidak suka bahkan membencinya, apalagi kita
seorang manusia biasa ketika dibenci orang saja tumbang, tampaknya kita terlalu
amatir menjadi manusia, itu seakan kita memaksa agar seluruh orang bersikap
baik kepada kita.
Tugas kita sebagai
manusia cuma bagaimana kita bersikap baik kepada orang lain, siapun mereka,
apapun suku, budaya dan agamanya. Orang lain merespon buruk pada kita itu terserah
mereka, karena respond orang lain berada di luar kendali kita. Don’t worry, we
just focus on our selves.
Pengaruh Nabi Muhammad
luar biasa pada dunia, maka tidak berlebihan jika dalam sebuah buku spektakuler
berjudul “the 100: A Ranking of the Most Influential Person In History”
menaruh nama nabi Muhammad di urutan pertama. Pengaruhnya tidak bisa dibandingkan
dengan Cristiano Ronaldo, yang dikenal luas oleh dunia. Pengaruh Ronaldo hanya
pada cakupan dunia olahraga khususnya sepak bola, Tapi Nabi Muhammad
pengaruhnya pada peradaban dunia.
Nilai bukan profesi
Sebagaimana dalam
keterangan, Nabi Muhammad juga seorang manusia tapi tidak sama dengan manusia
lainnya. Salah satu persamaan Nabi Muhammad dengan manusia pada umumnya adalah
ia juga menjalankan aktivitas yang dilakukan oleh manusia kebanyakan, seperti
halnya bekerja atau menjalani profesi tertentu.
Nabi Muhammad Muhammad
pernah menjalani sebagai pedagang, karyawan, pengembala, pendakwah, pendidik,
pengajar, petani, politisi, hakim, kepala negara dan pekerjaan apapun. Dari
sini kita dapat memahami, jika kita ittiba’/ikut pada Nabi Muhammad, beliau
mewarisi kita sebuah nilai bukan berpacu pada profesi tertentu yang dilakoni.
Nilai apa yang beliau
warisi ? Nilai yang terkandung dalam Islam, agama yang ia bawa, seperti nilai
kejujuran dalam berdagang, nilai kesantunan dalam berdakwah, nilai keramahan
dalam mendidik, nilai keadilan dalam memutus perkara, nilai kemaslahatan dalam
memimpin dan nilai-nilai kebaikan yang lain.
Satu dari kemuliaan itu
adalah nilai kemanusiaan. Sejatinya nilai ini yang beliau upayakan. Apapun
profesi dan pekerjaan yang dilakoni adalah bagaimana memanusiakan manusia,
menghormati manusia adalah suatu keharusan bukan hanya sebagai umat beragama dan umat beriman,
tapi sebagai umat manusia.
Seperti kutipan yang ditulis
Romo Mangunwijaya “Mau jadi apapun engkau, jadi pengacara, hakim, jaksa, politisi,
jadilah manusia terlebih dahulu” Jika kita belajar menjadi manusia terlebih
dahulu, kita tidak gampang melecehkan manusia.
Seseorang yang tidak menghormati apalagi sampai melecehkan manusia hanya berdasarkan kastanya lebih rendah, agama dan sukunya berbeda, budaya dan tradisinya bersebrangan, sebaiknya kita segera mengoreksi dan mengevaluasi diri kita masing-masing.
Mungkin
ada yang keliru cara kita mendekatkan diri pada Tuhan, kita mengenal Tuhan tapi
kita tidak pernah bahkan sikap kita sering keluar dari nilai dan jalur
ketuhanan. Nilai ketuhanan selalu berbanding lurus dengan nilai kemanusian. Seseorag
yang tidak menghormati manusia, sama halnya tidak menghormati penciptanya.
Komentar
Posting Komentar