Menjelang
maghrib 25 November 2020 kereta dari arah Jember tiba di stasiun Kertosono
Nganjuk. Saya menghubungi driver mobil kalau saya sudah berada di depan
stasiun. Selang beberapa menit kemudian lelaki berusia 30 an itu melambaikan
tangan, memastikan kalau orang yang saya pintai tolong untuk menjemput itu
benar dia adanya. Setelah barang dan koper diangkut ke mobil saat itu juga
mobil mendarat ke Pare, tempat di mana saya hendak belajar bahasa inggris.
In
the middle of the road saya iseng bertanya soal Pare pasca pandemic covid yang
selama ini menghujami hampir seluruh dunia. Sebagai driver yang cukup lama
menggantungkan hidupnya menjadi jasa pengemudi di Pare tentu merasakan betul
bagaimana dampak negatif corona terhadap penghasilannya. Penghasilannya tentu
saja berkurang, tidak sebagaimana sebelum kedatangan corona.
Di pertengahan obrolan hangat itu ia menasehati saya soal niat belajar di tempat kursus itu. “Mas pokoknya sampean semangat, karena kalau belajar di sana gag semangat, Eman palagi pengajaran di sana disiplin” katanya yang sedikit menceritakan soal kursus di mana saya belajar.
Mobil
mobilio itu mendarat cukup cepat sehingga sesuai perkiraan waktu sampai di
alamat tujuan, Pare Kediri. Saya turun dengan koper yang saya dorong menuju
tempat administrasi untuk menyerahkan berkas persyaratan yang dipinta. Pertama
kali menginjakkan kaki di halaman itu pandangan saya tertuju pada bangunan di
sekitar dan ke golongan anak muda yang sedang menyapu dan menyiram halaman.
“Tempat ini mungkin seperti pesantren,” batinku kala itu.
Selesai
melengkapi administrasi ibu kos menjemput saya untuk dipersilahkan ke rumahnya,
tempat di mana saya berteduh selama 4 bulan lamanya. Di sanalah saya mengawali
dan mengahiri perteduhan saya ketika belajar di Pare. Saya orang pertama di
periode itu yang menempati kos rumah berpetakan 4 kamar itu. Selepas
membentangkan badan di kasur beberapa menit dan menata barang di lemari lalu saya
mencari hiburan keluar rumah untuk mencari makan. Beberapa hari berikutnya
teman kos mulai datang, Mindova, Ikbal, dan Syihab. Tempat kos at least tidak
sesepi pertama kali saya sampai yang hanya dihuni seorang diri.
2
hari setelahnya pertemuan pertama dengan acara Grand Opening bersama Mr M.
Kalend selaku directur kursus di mana saya belajar. Banyak hikmah yang
disampaikan beliau. Ia salah satu orang yang saya kagumi di Pare dalam berbagai
hal. Beruntung menjelang pulang kampung setelah proses belajar di Pare masih
diberikan opportunity visiting him di rumahnya.
Saya
mendapati kelas bagian pertama yang bernamakan Amazing Class. Siswa yang datang
dari berbagai baground membuat kita saling mengenal satu sama lain. Kelas itu
diajar oleh Mr Rozi dan Miss Reinelda, kedua teacher yang begitu semangat
mengabdikan hidupnya untuk kepentingan anak bangsa. Dari merekalah bahasa
inggris sedikit membuka hati saya mencintai ilmu yang dulu pernah menjadi the
biggest enemy in my life.
Day
by day proses belajar mengajar berjalan sesuai harapan. Sesampai di kos kadang
matari yang diajarkan teacher di kelas & Ms students di meeting hall we
reviewed together berempat di kos an secara bergantian, mulai I speak English
dan seterusnya secara berurutan. Kadang saat cerita itu ditulis sampai paragraph
berikut ini, saya dibuat tertawa sendiri menulis mengingat moment itu seriously.
Hampir
memasuki dua bulan di Pare saya bertemu salah seorang teman seorganisasi di
kampus bernama Salwa Nida. Waktu itu saya habis beli mie ayam di jalan
Brawijaya bersama Pram, salah satu teman tempat berbagi cerita saat berada di
Pare. Di pertengahan jalan itu Salwa memanggil saya cukup kencang. Merasa tidak
menoleh, ia memanggil kedua kalinya yang tentu tak kalah kencangnya. “Perasaan
ada yang manggil,” Ujarku dalam hati sambil menoleh ke belekang.
Saya
merasa tidak ada yang kenal siapapun di sekitar tempat itu, setelah Salwa buka
masker dan melambaikan tangannya saya baru nggeh kalau itu adalah Salwa. “Waduh
alamat ketahuan kalau saya sedang di Pare”batinku. Saya samperin Salwa yang
sedang memasan sate ayam di pinggir jalan, kita mengobrol cukup panjang dan
tertawa haha hihi sebagaiman kebiasaan dulu-dulunya kita berteman.
“Wah
Mas Inunk ternyata di sini juga” kata Salwa meyakinkan. Sebelum ke obrolan
lebih lanjut saya memastikan dia kalau tidak menceritakan ke siapa-siapa kalau
saya sedang di Pare at the time wkwkwk. Sebab di hari pertama di Pare memang
saya menyembunyikan identity ke siapapun.
Waktu
berjalan begitu cepat. Sebetulnya sebagai orang yang masih banyak kekurangan
dalam hal pengetahuan dan kerasan betul di Pare saya berharap agar waktu jangan
segera berlalu. Apalah daya alam harus berputar, waktu terus berjalan, might
aswell we have to do and pass it perfectly. Akhirnya 3 bulan setelah saya lalui
di CTC akhirnya Tuhan mengizinkan memasuki tangga di berikutnya, CTC menuju TC
dengan kelas Disneyland. Nama sebuah taman megah yang pertama kali didirikan
pada 1955 di daerah California USA. Di moment tiga bulan setelahnya itulah
petuangan baru dan seberkas kisah diukir. Tentu with next story.
Sudah lulus kah dri pre?
BalasHapus