Minggu, 22 Maret 2020 ba’da dzuhur saya menghubungi dosen penguji penelitian
saya yang akan disidangkan keesokan harinya, Senin, 23 Maret 2020. Pak Eman
Sulaeman SH, MH, Pak Moh Arifin M,Hum, Pak Dr Junaedi Abdillah M,Ag dan Pak
Drs Sahidin M,Si sekaligus dosen pembimbing saya.
Berhubung fakultas menginstruksikan ujian agar dilakukan secara
online/daring sebab mewabahnya virus Corona, saya menanyakan sistem
ujiannya ke dewan penguji. Pesan itu terbalas keesokan harinya setelah saya
mengonfirmasi ulang penguji yang sehari sebelumnya menyatakan siap.
Dalam pesan berbalas Whatsapp itu, dewan penguji pun memintanya online
sebagaimana intruksi akademik. Selang pukul 07.30 sesuai jadwal ujian
munaqosah dari kampus, Pak Sahidin selaku ketua Majlis menelphon saya via
WA, dan beliau meminta agar ujian skripsi saya digelar secara majlis saja,
majlis online.
“Assalamu’alaikum Mas Hasan Ainul Yaqin, nanti ujiannya online lewat
video call. Tolong segalanya dipersiapkan. Kalau sudah siap, silahkan
nyatakan siap, nanti penguji otomatis tersambung”
Perintah beliau.
“Waalaikumusalam, Enggeh pak, insyaallah saya sudah siap”.
Jawabku sambil membayangkan soal tekhnis dan model ujian online yang
dipintanya. Soalnya ujian lewat online/video call baru pertama
terselenggara dan bagiku ujian model online adalah sejarah yang belum tentu
saya menjumpai di waktu berikutnya.
Mungkin biar memudahkan komunikasi sesama penguji lain, Pak Sahidin
berinisiatif membuat group Whatsapp yang dinamai“Ujian Ainul Yaqin”. Anggota group WA nya terdiri dari dewan penguji plus saya selaku peserta ujian. Sebelum video call tersambung,
bayangan fikiran saya belum hilang, masih bingung soal mekanisme, tekhnis,
dan model sebaimana ujian diselenggarakan secara majlis/tatap muka.
“Bismillah dah, semoga tidak ada kendala dan dilancarkan semua”
Gumamku dalam hati sembari berdo’a pada Tuhan yang maha esa. Sambil
menunggu semua penguji tersambung, saya senyum setengah tertawa mengamati
obrolan penguji di Group WA “Ujian Ainul Yaqin”.
“Sudah siap semua group ujian,?”
tanya Pak Sahidin di Group.
Spontan saya merespon langsung pertanyaan Pak
Sahidin “Insyaallah saya Hasan Ainul Yaqin, selaku peserta ujian sudah
siap bapak”
Bekal buat persiapan ujian sudah saya siapkan jauh hari sebelumnya, mulai
refrensi bacaan, data, materi, mental dan perkiraan pertanyaan yang akan
diajukan penguji. Semua saya persiapkan secara matang walaupun dalam
penyampain, saya masih menemukan kekurangan dalam diri saya yang tentunya
luput saya pelajari. Respondeo Ergo Sum
“Ini ujian penelitian, penelitian saya cukup panjang, memakan waktu
berbulan-bulan, berkali-kali bolak-balik Pati-Semarang untuk menggali
data dan informasi, belum lagi diterjang hujan dan terik matahari yang
sangat menyengat. Meski sidang digelar secara online, saya pokoknya mau
serius,”
Keinginanku dalam hati yang selalu kutancapkan sesaat membaca dan mengedit
berulang-ulang tulisan di skripsi.
Selang menit kemudian, Pak Eman muncul dan menimpali dengan sigap
“Ayo mulai ojo sui-sui. Urung sarapan,(ayo mulai, jangan lama-lama,
belum sarapan)”
Ketiknya dengan bahasa Jawa.
“Sarapan online” Celetuk
Pak Sahidin.
Selang menit kemudian, video call tersambung, Pak Sahidin, Pak Arifin, dan
Pak Eman Sulaeman saling beratatap muka di depan layar beliau
masing-masing, sedangkan pak Junaedi Abdillah masih sedang di perjalanan.
Pak Sahidin membuka forum dan menyampaikan format dan mekanisme ujian
secara online. Semua dewan menyepakati pendapat Pak Sahidin, yaitu
persentasi, lalu tanya jawab dan terakhir sidang majlis untuk menentukan
lulus tidaknya saya sebagai mahasiswa FSH UIN Walisongo Semarang.
Bukan petanda lulus atau berhentinya belajar.
“Hasan, coba tunjukkan KTM mu,,!”
Pinta pak Sahidin.
Saya rogoh saku, mencari Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) yang lupa kuletakkan
di sebelah mana. “Sebentar pak, saya cari bentar”. Tidak lama, KTM
berindetitas 150******* itu ditemukan, ketelingsut di dompet yang kutaruh
dalam tas. Saya tunjukkan KTM di depan layar Hp.
“Oke, selanjutnya tunjukkan buku pembimbingnya”
Waduh, saya langsung membuka tas, ternyata buku pembimbingnya ketinggalan
di kontrakan saya, Puri Banjaran. Lupa tidak kubawa.
“Mohon maaf pak, buku bimbingannya ada di kontrakan saya, ketinggalan,”
Jawabku ringan.
“Lha sekarang Anda di mana?
Tanya Pak Sahidin.
“Di rumahnya teman Pak, cari wifi supaya koneksi jaringan tekendali,”.
“Okedah gag papa, berarti kondisi anda sekarang ngungsi, begitu ya”
“Heheh,,enggeh pak,”
Kemudian pak Sahidin mempersilahkan saya 7-10 menit untuk mempersentasikan
hasil penelitian yang kurang lebih 6 bulan kugarap. .
Baru saja saya memberi salam hormat ke dewan penguji majlis online,
tiba-tiba Pak Sahidin dan Pak Arifin menghilang, sinyalnya terputus. Dalam
video call itu, hanya menyisakan saya dan Pak Eman Sulaeman. Beliau, pak
Eman langsung celetuk,
“Wah gimana itu, mereka gag punya pulsa, cepat bilang suruh beli
paketan dulu,”
Guyonnya.
“hehehehe, enggeh Pak, sementara saya hentikan dulu pak, setelah kondisi
normal, saya sambungkan lagi beliau”.
Beberapa menit kemudian, video call kembali tersambung, situasi berjalan
normal, kebetulan ditambah penguji 1, pak Junaedi Abdillah yang menyambung
lewat saluran WA Pak Arifin.
“Ayo Hasan, dilanjut persentasinya”, saat hendak memulai kalimat,
Pak Junaedi menyeka.
“Tunggu, ini skripsinya Hasan yang mana? Saya belum dapat naskahnya, di
jurusan juga tidak ada hard filenya/naskahnya,”
kata pak Junaedi di forum berbasis online ini.
Pak Sahidin lalu menanggapi
, “Ini khan ujian online, nah tidak perlu hard file, Hasan cukup kirim
soft filenya saja, pakai format M. Word. Nanti semitsal ada koreksi,
biar mudah menandainya”
kata Pak Sahidin.
“Iya, biar dikirim lewat soft file saja, saya gag mau menerima kalau
dikirim pakai kertas atau print out, nanti virus coronanya menyebar,”
kata Pak Eman, memperkuat usulan pak Sahidin.
Semuanya tertawa.
Akhirnya disepakati, kalau naskah skripsi saya dikirim lagi lewat file
Microsoft Word yang sebelumnya sudah saya kirim via PDF.
“Ayo lanjutin kin,”
Perintah Pak Sahidin selaku ketua Majlis.
Saya memulai persentasi dari awal, untuk menyampaikan hasil temuan saya
terkait perkawinan Agama Baha’i yang berada di Desa Cebolek, Kecamatan
Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Walaupun ujian secara majlis online, jujur saya tidak bisa melepaskan
kebiasaan yang melekat dalam diri saya tatkala menyampaikan paper, apapun
bentuk paper itu apalagi skripsi, harus serius dan perlu angkat suara agak
berapi-api sebagaimana orang Jawa Timuran berbicara. (Bondowoso)
Entah, Lidahku terseok-seok, perangkaian kata-kataku menjadi terbata-bata
bila mendiskusikan sesuatu dengan nada rendah. Badan bisa grogi dan mental
kemugkinan berujung down, kondisi begitu bisa mengakibatkan materi yang
telah dipelajari menjadi kacau, karenanya dalam penyampaikan penelitian itu
meski secara online, saya tetap menggambarkan suasana di ruang nyata
sebagaimana sidang majlis, di hadapan orang, yaitu harus lantang dan vocal
suara sebisa mungkin dibuncahkan. Dengan nada berapi-api, aliran suara dan
kalimat yang hendak saya sampaikan lebih lancar ketimbang dengan suara
rendah yang saya merasa sulit bila demikian. (Tentu tanpa sama sekali mengurangi rasa hormat saya di hadapan beliau)
10 menit berlalu, dilanjut season pertanyaan dari masing-masing dewan
penguji. Dimulai Pak Eman Sulaeman, dilanjut Pak Arifin, dan terakhir Pak
Junaedi Abdillah. Setelah semua selesai pertanyaan dan jawaban, kemudian
majlis menutup video call agar segera dilakukan sidang majlis. Tidak lama,
akhirnya penelitian saya berjudul “Implikasi Hukum Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 Terkait Kolom Agama Terhadap Status
Perkawinan Penganut Agama Baha’i (Studi Kasus di Desa Cebolek, Kecamatan
Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah) dinyatakan LULUS.
“Terimakasih saya haturkan kepada dewan penguji, Bapak Eman Sulaeman, Bapak
Sahidin, Bapak Junaedi Abdillah dan Bapak Arifin. Semoga senantiasa diberi
kesehatan, kemurahan rizki dan dijauhkan dari segala virus (corona), semoga
virus corona segera lenyap dari bumi” pesan saya di group sebagai bentuk ucapan
terimakasih telah melakukan kritik tajam dan pertanyaan yang memancing saya
agar belajar lagi.
Alhamdulillah, patut saya panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah,
Tuhan alam semesta yang telah memberikan taufik dan pertolongannya sehingga
penelitian ini terselesaikan setelah memakan perjuangan yang cukup panjang.
Tak lupa, salawat dan salam, patut dihaturkan kepada sang ujung tombak
Islam, Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi ummatnya
dalam menegakkan kebenaran dan keadilan.
Proses pengarapan penelitian ini, saya menyadari bahwa sulit rasanya bila
tanpa bantuan para pihak yang terlibat dan ikut andil dalam memberikan doa,
semangat, wejangan, dorongan, motivasi, kritik, saran, koreksi dan segala bantuan apapun itu. Segala
kerendahan hati, saya ucapkan terimakasih yang tiada tara. Semoga Tuhan
membalas segala kebaikan kalian. Jazakumullah khoir
Teruntuk mbak Hilya, mbak Ulya, Riska dan Ayu terimakasih sudah membukakan
pintu buat saya untuk menikmati fasilitas wifi dan kopi di tempat
tinggalnya demi kelancaran proses hingga ujian kemarin.
Semarang, Selasa 24 Maret 2020
Komentar
Posting Komentar